BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa
tujuan kita membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia diantaranya adalah
untuk mencerdasakan kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang
dapat bangkit di dalam menghadapi berbagai kesulitan. Kenyataanya dewasa ini
bangsa Indonesia sedang dilanda dan masih berada di tengah-tengah krisis yang
menyeluruh, termasuk di dalam bidnag pendidikan. Sesungguhnya semenjak jaman
perjuangan kemerdekaan dahulu, para pejuang serta perintis kemerdekaan telah
menyadari bahwa pendidikan merupakan faktor yang sangat vital dalam usaha untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tujuan
Pendidikan nasional yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga Negara yang demokraris serta bertanggung jawab.
Oleh karena itu, perlu adanya sistem
yang mendasari pendidikan nasional di Indonesia. Maka dari itu pemerintah
Indonesia membentuk Sistem Pendidikan Nasional yang kimi tercantum dalam UU
Nomor 20 Tahun 2003. Dalam makalah ini kami membahas tentang pengertian Sistem
Pendidikan Nasional dan Peraturan Perundang-undangan yang Mengatur Tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian Sistem Pendidikan Nasional ?
2. Peraturan
Perundang-undangan apa saja yang mendasari Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia ?
1.3
Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian Sistem Pendidikan Nasional.
2. Untuk
mengetahui Peraturan Perundang-undangan apa saja yang mendasari Sistem Pendidikan
Nasional di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sistem
Pendidikan Nasional
a. Pengertian
sistem
Istilah sistem berasal dari bahasa
Yunani ”systema”, yang berarti sehimpunan bagian atau komponen yang saling
berhubungan secara teratur dan merupakan suatu keseluruhan. Sedangkan menurut Zahara
Idris (1987) mengemukakan bahwa sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri atas
komponen-komponen atau elemen-elemen atau unsur-unsur sebagai sumber-sumber
yang mempunyai hubungan fungsional yang teratur, tidak sekedar acak, yang
saling membantu untuk mencapai suatu hasil (produk).
b.
Pengertian Pendidikan Nasional
Menurut Sunarya (1996), Pendidikan
Nasional adalah suatu sistem pendidikan yang berdiri di atas landasan dan
dijiwai oleh falsafah hidup suatu bangsa dan tujuannya bersifat mengabdi kepada
kepentingan dan cita-cita nasional bangsa tersebut.
Sedangkan menurut Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan (1976), merumuskan bahwa pendidikan nasional ialah suatu usaha
untuk membimbing para warga negara Indonesia menjadi Pancasila, yang
berpribadi, berdasarkan akan Ketuhanan, berkesadaran masyarakat dan mampu
membudayakan alam sekitar.
Menurut Undang-undang Republik
Indonesia No. 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional dikemukakan
Pendidikan Nasional adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui
bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan
datang.
Menurut Zahar Idris (1987) mengemukakan
bahwa ”Pendidikan nasional sebagai suatu sistem adalah karya manusia yang
terdiri dari komponen-komponen yang mempunyai hubungan fungsional dalam rangka
membantu terjadinya proses transformasi atau perubahan tingkah laku seseorang
sesuai dengan tujuan nasional seperti tercantum dalam Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945.
c. Pengertian Sistem Pendidikan
Nasional
Maksud sistem
pendidikan nasional di sini adalah satu keseluruhan yang berpadu dari semua
satuan dan aktivitas pendidikan yang berkaitan satu dengan yang lainnya untuk
mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional. Dalam hal ini, sistem
pendidikan nasional tersebut merupakan suatu suprasistem, yaitu suatu sistem
yang besar dan kompleks, yang didalamnya tercakup beberapa bagian yang juga
merupakan sistem-sistem.
Menurut UU No.2 thn 1989
yang ditetapkan pada 27-03-1989 BAB I pasal 1. Sistem
Pendidikan Nasional : Suatu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan
kegiatan pendidikan yang berkaitan untuk mengusahakan tercapainya tujuan
pendidikan nasional.
Menurut UU
No.20 tahun 2003, Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevasi dan efesiensi manajemen
pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan
pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan.
d. Tujuan dan
Fungsi Pendidikan Nasional
Tujuan
pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, agar berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, berilmu, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Fungsi
Sistem Pendidikan Nasional adalah berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta
meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya
mewujudkan tujuan nasional.
e. Visi dan Misi
Sistem Pendidikan Nasional
Visi dari Sistem Pendidikan nasional
adalah terwujudnya sistem pendidikan nasional sebagai pranata social yang
kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang
menjadi manusia yang berkualitas, sehingga mampu dan prokatif memjawab
tantangan zaman yang selalu berubah.
Dengan visi pendidikan nasional tersebut
tentu akan ada misi dari Sistem Pendidikan Nasional adalah sebagai berikut.
1. Mengupayakan peluasan dan pemerataan
kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Membantu dan memfasilitasi
pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak dini sampai akhir hayat
dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar.
3. Meningkatkan kualitas proses
pendidikan untuk megoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral.
4. Meningkatkan keprofesionalan dan
akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan,
keterampilan, pegalaman, siakap dan nilai berdasarkan standar nasional dan
global
5. Memberdayakan peran serta masyarakat
dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks
Negara Kesatuan RI.
2.2
Peraturan Perundang-undangan yang
Mendasari Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia
Sistem Pendidikan Nasional
ditetapkan melalui undang-undang berupa Undang-undang Republik Indonesia Nomor
2 Tahun 1989 dan ditetapkan pada tanggal 27 Maret 1989.
Bab I
Ketentuan Umum
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang
dimaksud dengan :
1. Pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau
latihan bagi peranannya di masa yang akan datang ;
2. Pendidikan nasional adalah
pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan pada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 ;
3. Sistem pendidikkan nasional adalah
satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang
berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan
nasional ;
4. Jenis pendidikan adalah pendidikan
yang dikelompokkan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya;
5. Jenjang pendidikan adalah suatu
tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditempatkan berdasarkan tingkat
perkembangan para peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan pengajaran;
6. Peserta didik adalah anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu;
7. Tenaga kependidikan adalah anggota
masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan;
8. Tenaga pendidikan adalah anggota
masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar dan/atau melatih peserta didik;
9. Kurikulum adalah seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar;
10. Sumber daya pendidikan adalah
pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang terwujud sebagai tenaga,
dana, sarana, dan prasarana yang tersedia atau diadakan dan didayagunakan oleh
keluarga, masyarakat, peserta didik dan Pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama;
11. Warga negara adalah warga negara
Republik Indonesia;
12. Menteri adalah Menteri yang
bertanggung jawab atas bidang pendidikan nasional.
Dasar, Fungsi, dan Tujuan
Pasal 2
Pendidikan Nasional berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 3
Pendidikan Nasional berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia
Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional.
Pasal 4
Pendidikan Nasional bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya,
yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan , kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Bab III
Hak Warga Negara untuk Memperoleh
Pendidikan
Pasal 5
Setiap warga negara mempunyai hak
yang sama untuk nemperoleh pendidikan.
Pasal 6
Setiap warga negara berhak atas
kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh
pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan
pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan tamatan pendidikan dasar.
Pasal 7
Penerimaan seseorang sebagai peserta
didik dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan
jenis kelamin, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi, dan
dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 8
1. Warga negara yang memiliki kelainan
fisik dan/atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa.
2. Warga negara yang memiliki kemampuan
dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.
3. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bab IV
Satuan, Jalur, dan Jenis Pendidikan
Pasal 9
1. Satuan pendidikan menyelenggarakan
kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah.
2. Satuan pendidikan yang disebut
sekolah merupakan bagian dari pendidikan yang berjenjang dan bersinambungan.
3. Satuan pendidikan luar sekolah
meliputi keluarga, kelompok belajar, kursus, dan satuan pendidikan sejenis.
Pasal
10
1. Penyelenggaraan pendidikan
dilaksanakan melalui 2 (dua) jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur
pendidikan luar sekolah.
2. Jalur pendidikan sekolah merupakan
pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar
secara berjenjang dan bersinambungan.
3. Jalur pendidikan luar sekolah
merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan
belajar-mengajar yang tidak harus berjenjang dan bersinambungan.
4. Pendidikan keluarga merupakan bagian
dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang
memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan.
5. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) yang tidak menyangkut ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
1. Jenis pendidikan yang termasuk jalur
pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan,
pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan
akademik, dan pendidikan profesional.
2. Pendidikan umum merupakan pendidikan
yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta
didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat- tingkat akhir masa
pendidikan.
3. Pendidikan kejuruan merupakan
pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang
tertentu.
4. Pendidikan luar biasa merupakan
pendidikan yang khusus diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang
kelainan fisik dan/atau mental.
5. Pendidikan kedinasan merupakan
pendidikan yang berusaha meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas
kedinasan untuk pegawai atau calon pegawai suatu Depatemen Pemerintah atau
Lembaga Pemerintah Non Departemen.
6. Pendidikan keagamaan merupakan
pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan
yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang
bersangkutan.
7. Pendidikan akademik merupakan
pendidikan yang diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan.
8. Pendidikan profesional merupakan
pendidikan yang diarahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu.
9. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (8) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Bab V. Jenjang Pendidikan
Bagian Kesatu Umum
Pasal 12
1. Jenjang pendidikan yang termasuk
jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi.
2. Selain jenjang pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diselenggarakan pendidikan
prasekolah.
3. Syarat-syarat dan tata cara
pendirian serta bentuk satuan, lama pendidikan, dan penyelenggaraan pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua Pendidikan Dasar
Pasal 13
1. Pendidikan dasar diselenggarakan
untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan
keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta
mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti
pendidikan menengah.
2. Syarat-syarat dan tata cara
pendirian, bentuk satuan, lama pendidikan dasar, dan penyelenggaraan pendidikan
dasar ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
1. Warga negara yang berumur 6 (enam)
tahun berhak mengikuti pendidikan dasar.
2. Warga negara yang berumur 7 (tujuh)
tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar atau pendidikan yang setara
sampai tamat.
3. Pelaksanaan wajib belajar ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga Pendidikan Menengah
Pasal 15
1. Pendidikan menengah diselenggarakan
untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal
balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar, serta dapat
mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.
2. Pendidikan menengah terdiri atas
pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan
kedinasan, dan pendidikan keagamaan.
3. Lulusan pendidikan menengah yang
memenuhi persyaratan berhak melanjutkan pendidikan pada tingkat pendidikan yang
lebih tinggi.
4. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Keempat Pendidikan Tinggi
Pasal 16
1. Pendidikan tinggi merupakan
kelanjutkan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta
didik menjadi anggota masyakarat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau
profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan/atau menciptakan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian.
2. Satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi yang dapat
berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas.
3. Akademi merupakan perguruan tinggi
yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam satu cabang atau sebagian cabang
ilmu pengetahuan, teknologi, atau kesenian tertentu.
4. Politeknik merupakan perguruan
tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam sejumlah bidang
pengetahuan khusus.
5. Sekolah tinggi merupakan perguruan
tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam
satu disiplin ilmu tertentu.
6. Institut merupakan perguruan tinggi
yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik
dan/atau profesional dalam sekelompok disiplin ilmu yang sejenis.
7. Unversitas merupakan perguruan
tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan
akademik dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin ilmu tertentu.
8. Syarat-syarat dan tata cara
pendirian, struktur perguruan tinggi dan penyelenggaraan pendidikan tinggi
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
1. Pendidikan tinggi terdiri atas
pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
2. Sekolah tinggi, institut, dan
universitas menyelenggarakan pendidikan akademik dan/ atau profesional.
3. Akademi dan politeknik
menyelenggarakan pendidikan profesional.
Pasal 18
1. Pada perguruan tinggi ada gelar
sarjana, magister, doktor, dan sebutan profesional.
2. Gelar sarjana hanya diberikan oleh
sekolah tinggi, institut, dan universitas.
3. Gelar magister dan doktor diberikan
oleh sekolah tinggi, institut, dan universitas yang memenuhi persyaratan.
4. Sebutan profesional dapat diberikan
oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan profesional.
5. Institut dan universitas yang
memenuhi persyaratan berhak untuk memberikan gelar doktor kehormatan (doctor
honoris causa) kepada tokoh-tokoh yang dianggap perlu memperoleh penghargaan
amat tinggi berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan ataupun kebudayaan.
6. Jenis gelar dan sebutan,
syarat-syarat dan tata cara pemberian, perlindungan dan penggunaannya
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
1. Gelar dan/atau sebutan lulusan
perguruan tinggi hanya dibenarkan digunakan oleh lulusan perguruan tinggi yang
dinyatakan berhak memiliki gelar dan/atau sebutan yang bersangkutan.
2. Penggunaan gelar dan/atau sebutan
lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam bentuk yang diterima dari
perguruan tinggi yang bersangkutan atau dalam bentuk singkatan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 20
Penggunaan gelar akademik dan/atau
sebutan profesional yang diperoleh dari perguruan tinggi di luar negeri harus
digunakan dalam bentuk asli sebagaimana diperoleh dari perguruan tinggi yang
bersangkutan, secara lengkap ataupun dalam bentuk singkatan.
Pasal 21
1. Pada universitas, institut, dan
sekolah tinggi dapat diangkat guru besar atau profesor.
2. Pengangkatan guru besar atau
profesor sebagai jabatan akademik didasarkan atas kemampuan dan prestasi
akademik atau keilmuan tertentu.
3. Syarat-syarat dan tata cara
pengangkatan termasuk penggunaan sebutan guru besar atau profesor ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
1. Dalam penyelenggaraan pendidikan dan
pengembangan ilmu pengetahuan pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik
dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan.
2. Perguruan tinggi memiliki otonomi
dalam pengelolaan lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi
dan penelitian ilmiah.
3. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bab VI
Peserta Didik
Pasal 23
1. Pendidikan nasional bersifat terbuka
dan memberikan keleluasaan gerak kepada peserta didik.
2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 24
Setiap peserta didik pada suatu
satuan pendidikan mempunyai hak-hak berikut:
1. mendapat perlakuan sesuai dengan
bakat, minat, dan kemampuannya;
2. mengikuti program pendidikan yang
bersangkutan atas dasar pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan
kemampuan diri maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu
yang telah dibakukan;
3. mendapat bantuan fasilitas belajar,
beasiswa, atau bantuan lain sesuai dengan persyaratan yang berlaku;
4. pindah ke satuan pendidikan yang
sejajar atau yang tingkatnya lebih tinggi sesuai dengan persyaratan penerimaan
peserta didik pada satuan pendidikan yang hendak dimasuki;
5. memperoleh penilaian hasil
belajarnya;
6. menyelesaikan program pendidikan
lebih awal dari waktu yang ditentukan;
7. mendapat pelayanan khusus bagi yang
menyandang cacat.
Pasal 25
1. Setiap peserta didik berkewajiban
untuk
1. ikut menanggung biaya
penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari
kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku;
2. mematuhi semua peraturan yang
berlaku;
3. menghormati tenaga kependidikan;
4. ikut memelihara sarana dan prasarana
serta kebersihan, ketertiban, dan keamanan satuan pendidikan yang bersangkutan.
2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 26
Peserta didik berkesempatan untuk
mengembangkan kemampuan dirinya dengan belajar pada setiap saat dalam
perjalanan hidupnya sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan masing- masing.
Bab VII
Tenaga Kependidikan
Pasal 27
1. Tenaga kependidikan bertugas
menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan,
mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.
2. Tenaga kependidikan, meliputi tenaga
pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan
pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber
belajar.
3. Tenaga pengajar merupakan tenaga
pendidik yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar yang pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah disebut guru dan pada jenjang pendidikan tinggi
disebut dosen.
Pasal 28
1. Penyelenggaraan kegiatan pendidikan
pada suatu jenis dan jenjang pendidikan hanya dapat dilakukan oleh tenaga
pendidik yang mempunyai wewenang mengajar.
2. Untuk dapat diangkat sebagai tenaga
pengajar, tenaga pendidik yang bersangkutan harus beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, berwawasan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta
memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar.
3. Pengadaan guru pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah pada dasarnya diselenggarakan melalui lembaga pendidikan
tenaga keguruan.
4. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 29
1. Untuk kepentingan pembangunan
nasional, Pemerintah dapat mewajibkan warga negara Republik Indonesia atau
meminta warga negara asing yang memiliki ilmu pengetahuan dan keahlian tertentu
menjadi tenaga pendidik.
2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
Setiap tenaga kependidikan yang
bekerja pada satuan pendidikan tertentu mempunyai hak- hak berikut:
1. memperoleh penghasilan dan jaminan
kesejahteraan sosial :
a. tenaga kependidikan yang memiliki
kedudukan sebagai pegawai negeri memperoleh gaji dan tunjangan sesuai dengan
peraturan umum yang berlaku bagi pegawai negeri;
b. Pemerintah dapat memberi tunjangan
tambahan bagi tenaga kependidikan ataupun golongan tenaga kependidikan
tertentu;
c. tenaga kependidikan yang bekerja
pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat memperoleh gaji dan
tunjangan dari badan/perorangan yang bertanggung jawab atas satuan pendidikan
yang bersangkutan;
2. memperoleh pembinaan karir
berdasarkan prestasi kerja;
3. memperoleh perlindungan hukum dalam
melakukan tugasnya;
4. memperoleh penghargaan seuai dengan
darma baktinya;
5. menggunakan sarana, prasarana, dan
fasilitas pendidikan yang lain dalam melaksanakan tugasnya.
Pasal 31
Setiap tenaga kependidikan
berkewajiban untuk :
1. membina loyalitas pribadi dan
peserta didik terhadap ideologi negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. menjunjung tinggi kebudayaan bangsa;
3. melaksanakan tugas dengan penuh
tanggung jawab dan pengabdian;
4. meningkatkan kemampuan profesional
sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
pembangunan bangsa;
5. menjaga nama baik sesuai dengan
kepercayaan yang diberikan masyarakat, bangsa, dan negara.
Pasal 32
1. Kedudukan dan penghargaan bagi
tenaga kependidikan diberikan berdasarkan kemampuan dan prestasinya.
2. Pembinaan dan pengembangan tenaga
kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur
oleh Pemerintah.
3. Pembinaan dan pengembangan tenaga
kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur
oleh penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.
4. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
Bab VIII
Sumber Daya Pendidikan
Pasal 33
Pengadaan dan pendayagunaan sumber
daya pendidikan dilakukan oleh Pemerintah, masyarakat, dan/atau keluarga
peserta didik.
Pasal 34
1. Buku pelajaran yang digunakan dalam
pendidikan jalur pendidikan sekolah disusun berdasarkan pedoman yang ditetapkan
oleh Pemerintah.
2. Buku pelajaran dapat diterbitkan
oleh Pemerintah ataupun swasta.
Pasal 35
Setiap satuan pendidikan jalur
pendidikan sekolah baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat
harus menyediakan sumber belajar.
Pasal 36
1. Biaya penyelenggaraan kegiatan
pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah menjadi
tanggung jawab Pemerintah.
2. Biaya penyelenggaraan kegiatan
pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat menjadi
tanggung jawab badan/perorangan yang menyelenggarakan satuan pendidikan.
3. Pemerintah dapat memberi bantuan
kepada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
Bab IX Kurikulum
Pasal 37
Kurikulum disusun untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik
dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis
dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.
Pasal 38
1. Pelaksanaan kegiatan pendidikan
dalam satuan pendidikan didasarkan atas kurikulum yang berlaku secara nasional
dan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan dan
ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan.
2. Kurikulum yang berlaku secara
nasional ditetapkan oleh Menteri atau Menteri lain atau Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non Departemen berdasarkan pelimpahan wewenang dari Menteri.
Pasal 39
1. Isi kurikulum merupakan susunan
bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan
pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan
nasional.
2. Isi kurikulum setiap jenis, jalur,
dan jenjang pendidikan wajib memuat :
a. pendidikan Pancasila;
b. pendidikan agama;
c. pendidikan kewarganegaraan.
3. Isi kurikulum pendidikan dasar
memuat sekurang-kurangnya bahan kajian dan pelajaran tentang :
a. pendidikan Pancasila;
b. pendidikan agama;
c. pendidikan kewarganegaraan;
d. bahasa Indonesia;
e. membaca dan menulis;
f. matematika (termasuk berhitung);
g. pengantar sains dan teknologi;
h. ilmu bumi;
i.
sejarah
nasional dan sejarah umum;
j.
kerajinan
tangan dan kesenian;
k. pendidikan jasmani dan kesehatan;
l.
menggambar;
serta
m. bahasa Inggris.
4. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Menteri.
Bab X. Hari Belajar dan Libur
Sekolah
Pasal 40
1. Jumlah sekurang-kurangnya hari
belajar dalam 1 (satu) tahun untuk setiap satuan pendidikan diatur oleh
Menteri.
2. Hari-hari libur untuk satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur oleh Menteri dengan
mengingat ketentuan hari raya nasional, kepentingan agama, dan faktor musim.
3. Satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat dapat mengatur hari-hari liburnya sendiri
dengan mengingat ketentuan yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2).
Bab XI. Bahasa Pengantar
Pasal
41
Bahasa
pengantar dalam pendidikan nasional adalah bahasa Indonesia.
Pasal
42
1.
Bahasa
daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan dan
sejauh diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu.
2.
Bahasa
asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar sejauh diperlukan dalam
penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu.
Penilaian
Pasal 43
Terhadap kegiatan dan kemajuan
belajar peserta didik dilakukan penilaian.
Pasal 44
Pemerintah dapat menyelenggarakan
penilaian hasil belajar suatu jenis dan/atau jenjang pendidikan secara
nasional.
Pasal 45
Secara berkala dan berkelanjutan
Pemerintah melakukan penilaian terhadap kurikulum serta sarana dan prasarana
pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan.
Pasal 46
1. Dalam rangka pembinaan satuan
pendidikan, Pemerintah melakukan penilaian setiap satuan pendidikan secara
berkala.
2. Hasil penilaian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diumumkan secara terbuka.
Bab XIII
Peran serta Masyarakat
Pasal 47
1. Masyarakat sebagai mitra Pemerintah
berkesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan
pendidikan nasional.
2. Ciri khas satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan.
3. Syarat-syarat dan tata cara dalam
penyelenggaraan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bab XIV. Badan Pertimbangan
Pendidikan Nasional
Pasal
48
1. Keikutsertaan masyarakat dalam
penentuan kebijaksanaan Menteri berkenaan dengan sistem pendidikan nasional
diselenggarakan melalui suatu Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional yang
beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat dan yang menyampaikan saran, dan pemikiran
lain sebagai bahan pertimbangan.
2. Pembentukan Badan Pertimbangan
Pendidikan Nasional dan pengangkatan anggota-anggotanya dilakukan oleh
Presiden.
Bab XV. Pengelolaan
Pasal 49
Pengelolaan sistem pendidikan
nasional adalah tanggung jawab Menteri.
Pasal 50
Pengelolaan satuan dan kegiatan
pendidikan yang dislenggarakan oleh Pemerintah dilakukan oleh Menteri dan
Menteri lain atau Pimpinan Lembaga Pemerintah lain yang menyelenggarakan satuan
pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 51
Pengelolaan satuan dan kegiatan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh badan/perorangan
yang menyelenggarakan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Bab XVI
Pengawasan
Pasal 52
Pemerintah melakukan pengawasan atas
penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah ataupun oleh
masyarakat dalam rangka pembinaan perkembangan satuan pendidikan yang
bersangkutan.
Pasal 53
Menteri berwenang mengambil tindakan
administratif terhadap penyelenggara satuan pendidikan yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini.
Bab XVII
Ketentuan Lain-lain
Pasal 54
1. Satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Republik Indonesia di luar negeri khusus bagi
peserta didik warga negara adalah bagian dari sistem pendidikan nasional.
2. Satuan pendidikan yang
diselenggarakan di wilayah Republik Indonesia oleh perwakilan negara asing
khusus bagi peserta didik warga negara asing tidak termasuk sistem pendidikan
nasional.
3. Peserta didik warga negara asing
yang mengikuti pendidikan di satuan pendidikan yang merupakan bagian dari
sistem pendidikan nasional wajib menaati ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi
dan dari satuan pendidikan yang bersangkutan.
4. Kegiatan pendidikan yang
diselenggarakan dalam rangka kerja sama internasional atau yang diselenggarakan
oleh pihak asing di wilayah Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan
ketentuan undang-undang ini dan sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional.
5. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Bab XVIII.
Ketentuan Pidana
Pasal
55
1.
Barangsiapa
dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 19 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 18 (delapan belas) bulan atau
pidana denda setinggi-tingginya Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
2.
Tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kejahatan.
Pasal
56
1.
Barangsiapa
dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 19 ayat (2),
Pasal 20, dan Pasal 29 ayat (1) dipidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan
atau denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
2.
Tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pelanggaran.
Bab XIX. Ketentuan Peralihan
Pasal 57
1. Semua peraturan perundang-undangan
yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang
Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950
Nomor 550),
2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954
tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1960 dari Republik
Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk
Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 550),
3. dan Undang-undang Nomor 22 Tahun
1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2361),
4. Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun
1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 80)
dan Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem
Pendidikan Nasional Pancasila (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81) yang ada
pada saat diundangkannya undang-undang ini masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan belum diganti berdasarkan undang-undang ini.
Bab XX. Ketentuan Penutup
Pasal 58
Pada saat mulai berlakunya
undang-undang ini,
- Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550),
- Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1960 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 550),
- dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361),
- Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 80) dan Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 59
Undang-undang ini mulai berlaku pada
tanggal diumumkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2003
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
NOMOR 20 TAHUN 2003
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
:
a.
bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;
b.
bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengamanatkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur
dengan undang-undang;
c.
bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen
pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan
pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan;
d.
bahwa Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
tidak memadai lagi dan perlu diganti serta perlu disempurnakan agar sesuai
dengan amanat perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
e.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c,
dan d perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Mengingat : Pasal
20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31, dan Pasal 32 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan persetujuan bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL.
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.
2. Pendidikan nasional adalah
pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
3. Sistem pendidikan nasional
adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional.
4. Peserta didik adalah anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran
yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
5. Tenaga kependidikan
adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan.
6. Pendidik adalah
tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong
belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang
sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan.
7. Jalur pendidikan adalah wahana
yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses
pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
8. Jenjang pendidikan adalah
tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta
didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
9. Jenis pendidikan adalah
kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan
pendidikan.
10. Satuan pendidikan adalah
kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal,
nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
11. Pendidikan formal adalah jalur
pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
12. Pendidikan nonformal adalah
jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapatdilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang.
13. Pendidikan informal adalah
jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
14. Pendidikan anak usia dini
adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
15. Pendidikan jarak jauh adalah
pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya
menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi,
dan media lain.
16. Pendidikan berbasis masyarakat
adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya,
aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan
untuk masyarakat.
17. Standar nasional pendidikan
adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
18. Wajib belajar adalah program
pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung
jawab Pemerintah dan pemerintah daerah.
19. Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
20. Pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar.
21. Evaluasi pendidikan adalah
kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap
berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
22. Akreditasi adalah kegiatan
penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang
telah ditetapkan.
23. Sumber daya pendidikan adalah
segala sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan yang meliputi
tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana.
24. Dewan pendidikan adalah lembaga
mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan.
25. Komite sekolah/madrasah adalah
lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas
sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
26. Warga negara adalah warga
negara Indonesia baik yang tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
27. Masyarakat adalah kelompok
warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam
bidang pendidikan.
28. Pemerintah adalah Pemerintah
Pusat.
29. Pemerintah daerah adalah
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
30. Menteri adalah menteri yang
bertanggung jawab dalam bidang pendidikan nasional.
BAB
II
DASAR,
FUNGSI DAN TUJUAN
Pasal 2
Pendidikan nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Pasal 3
Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
BAB
III
PRINSIP
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Pasal
4
(1) Pendidikan diselenggarakan
secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan
bangsa.
(2) Pendidikan diselenggarakan
sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
(3) Pendidikan diselenggarakan
sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung
sepanjang hayat.
(4) Pendidikan diselenggarakan
dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas
peserta didik dalam proses pembelajaran.
(5) Pendidikan diselenggarakan
dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga
masyarakat.
(6) Pendidikan diselenggarakan
dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA,
ORANG TUA, MASYARAKAT, DAN PEMERINTAH
ORANG TUA, MASYARAKAT, DAN PEMERINTAH
Bagian
Kesatu
Hak
dan Kewajiban Warga Negara
Pasal
5
(1) Setiap warga
negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
(2) Warga negara
yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial
berhak memperoleh pendidikan khusus.
(3) Warga negara di
daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak
memperoleh pendidikan layanan khusus.
(4) Warga negara
yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh
pendidikan khusus.
(5) Setiap warga
negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
Pasal 6
(1) Setiap warga
negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti
pendidikan dasar.
(2) Setiap warga
negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan
Bagian
Kedua
Hak
dan Kewajiban Orang Tua
Pasal
7
(1) Orang tua berhak
berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang
perkembangan pendidikan anaknya.
(2) Orang tua dari
anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada
anaknya.
Bagian
Ketiga
Hak
dan Kewajiban Masyarakat
Pasal
8
Masyarakat berhak berperan
serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program
pendidikan.
Pasal
9
Masyarakat berkewajiban
memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.
Bagian
Keempat
Hak
dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Pasal
10
Pemerintah dan pemerintah
daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan
pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
11
(1) Pemerintah
dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin
terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa
diskriminasi.
(2) Pemerintah dan
pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya
pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas
tahun.
BAB V
PESERTA DIDIK
Pasal
12
(1) Setiap peserta
didik pada setiap satuan pendidikan berhak:
a. mendapatkan
pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik
yang seagama;
b. mendapatkan
pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
c. mendapatkan
beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai
pendidikannya;
d. mendapatkan biaya
pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;
e. pindah ke program
pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara;
f. menyelesaikan
program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak
menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
(2) Setiap peserta
didik berkewajiban:
a. menjaga norma-norma pendidikan
untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;
b. ikut
menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang
dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(3) Warga negara
asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(4) Ketentuan
mengenai hak dan kewajiban peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB VI
JALUR, JENJANG, DAN JENIS PENDIDIKAN
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal
13
(1) Jalur pendidikan
terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling
melengkapi dan memperkaya.
(2) Pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan sistem terbuka
melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh.
Pasal
14
Jenjang pendidikan formal
terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pasal
15
Jenis pendidikan mencakup
pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan
khusus.
Pasal
16
Jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Bagian
Kedua
Pendidikan
Dasar
Pasal
17
(1) Pendidikan dasar
merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
(2) Pendidikan dasar
berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang
sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs),
atau bentuk lain yang sederajat.
(3) Ketentuan
mengenai pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian
Ketiga
Pendidikan
Menengah
Pasal
18
(1) Pendidikan
menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.
(2) Pendidikan
menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah
kejuruan.
(3) Pendidikan
menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah
menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain
yang sederajat.
(4) Ketentuan
mengenai pendidikan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian
Keempat
Pendidikan
Tinggi
Pasal
19
(1) Pendidikan
tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup
program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang
diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.
(2) Pendidikan
tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka.
Pasal
20
(1) Perguruan tinggi
dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau
universitas.
(2) Perguruan tinggi
berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat.
(3) Perguruan tinggi
dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.
(4) Ketentuan
mengenai perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal
21
(1) Perguruan tinggi
yang memenuhi persyaratan pendirian dan dinyatakan berhak menyelenggarakan
program pendidikan tertentu dapat memberikan gelar akademik, profesi, atau
vokasi sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakannya.
(2) Perseorangan,
organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi dilarang
memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi.
(3) Gelar akademik,
profesi, atau vokasi hanya digunakan oleh lulusan dari perguruan tinggi yang
dinyatakan berhak memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi.
(4) Penggunaan gelar
akademik, profesi, atau vokasi lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam
bentuk dan singkatan yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan.
(5) Penyelenggara
pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan pendirian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) atau penyelenggara pendidikan bukan perguruan tinggi yang melakukan
tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi administratif
berupa penutupan penyelenggaraan pendidikan.
(6) Gelar akademik,
profesi, atau vokasi yang dikeluarkan oleh penyelenggara pendidikan yang tidak
sesuai dengan ketentuan ayat (1) atau penyelenggara pendidikan yang bukan
perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan tidak sah.
(7) Ketentuan
mengenai gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Pasal
22
Universitas, institut, dan
sekolah tinggi yang memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor
kehormatan (doktor
honoris causa) kepada setiap individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan
dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi,
kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni.
Pasal
23
(1) Pada
universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat diangkat guru besar atau
profesor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Sebutan guru
besar atau profesor hanya dipergunakan selama yang bersangkutan masih aktif
bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi.
Pasal
24
(1) Dalam
penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pada perguruan
tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi
keilmuan.
(2) Perguruan tinggi
memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat
penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada
masyarakat.
(3) Perguruan tinggi
dapat memperoleh sumber dana dari masyarakat yang pengelolaannya dilakukan
berdasarkan prinsip akuntabilitas publik.
(4) Ketentuan
mengenai penyelenggaraan pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal
25
(1) Perguruan tinggi
menetapkan persyaratan kelulusan untuk mendapatkan gelar akademik, profesi,
atau vokasi.
(2) Lulusan
perguruan tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk memperoleh gelar
akademik, profesi, atau vokasi terbukti merupakan jiplakan dicabut gelarnya.
(3) Ketentuan
mengenai persyaratan kelulusan dan pencabutan gelar akademik, profesi, atau
vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Bagian
Kelima
Pendidikan
Nonformal
Pasal
26
(1) Pendidikan
nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang
berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2) Pendidikan
nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada
penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian profesional.
(3) Pendidikan
nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini,
pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan
keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan,
serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
(4) Satuan
pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok
belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan
pendidikan yang sejenis.
(5) Kursus dan pelatihan
diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan,
keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri,
mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi.
(6) Hasil pendidikan
nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah
melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah
atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
(7) Ketentuan
mengenai penyelenggaraan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Bagian
Keenam
Pendidikan
Informal
Pasal
27
(1) Kegiatan
pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk
kegiatan belajar secara mandiri.
(2) Hasil pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan
nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional
pendidikan.
(3) Ketentuan
mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian
Ketujuh
Pendidikan
Anak Usia Dini
Pasal
28
(1) Pendidikan anak usia
dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
(2) Pendidikan anak usia
dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau
informal.
(3) Pendidikan anak usia
dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain
yang sederajat.
(4) Pendidikan anak
usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB),
taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
(5) Pendidikan anak
usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau
pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
(6) Ketentuan
mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Bagian
Kedelapan
Pendidikan
Kedinasan
Pasal
29
(1) Pendidikan
kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen
atau lembaga pemerintah nondepartemen.
(2) Pendidikan
kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan
tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau
lembaga pemerintah nondepartemen.
(3) Pendidikan
kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.
(4) Ketentuan
mengenai pendidikan kedinasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian
Kesembilan
Pendidikan
Keagamaan
Pasal
30
(1) Pendidikan
keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari
pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pendidikan
keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu
agama.
(3) Pendidikan
keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan
informal.
(4) Pendidikan
keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera,
dan bentuk lain yang sejenis.
(5) Ketentuan
mengenai pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian
Kesepuluh
Pendidikan
Jarak Jauh
Pasal
31
(1) Pendidikan jarak
jauh diselenggarakan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
(2) Pendidikan jarak
jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang
tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka ataureguler.
(3) Pendidikan jarak
jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung
oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu
lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(4) Ketentuan
mengenai penyelenggaraan pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Bagian
Kesebelas
Pendidikan
Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.
Pasal
32
(1) Pendidikan
khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan
dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental,
sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
(2) Pendidikan
layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau
terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam,
bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
(3) Ketentuan
mengenai pelaksanaan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah
BAB VII
BAHASA PENGANTAR
Pasal
33
(1) Bahasa Indonesia
sebagai Bahasa Negara menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan nasional.
(2) Bahasa daerah
dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan apabila
diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu.
(3) Bahasa asing
dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu untuk
mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik.
BAB VIII
WAJIB BELAJAR
Pasal
34
(1) Setiap warga
negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar.
(2) Pemerintah dan
pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang
pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
(3) Wajib belajar
merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(4) Ketentuan
mengenai wajib belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB IX
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
Pasal
35
(1) Standar nasional
pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian
pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.
(2) Standar nasional
pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan,
sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.
(3) Pengembangan
standar nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara
nasional dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, dan
pengendalian mutu pendidikan.
(4) Ketentuan
mengenai standar nasional pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB X
KURIKULUM
Pasal
36
(1) Pengembangan
kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Kurikulum pada
semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi
sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
(3) Kurikulum
disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. peningkatan iman
dan takwa;
b. peningkatan
akhlak mulia;
c. peningkatan
potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi
daerah dan lingkungan;
e. tuntutan
pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan
dunia kerja;
g. perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika
perkembangan global; dan
j. persatuan
nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
(4) Ketentuan
mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal
37
(1) Kurikulum
pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan
kewarganegaraan;
c. bahasa;
d. matematika;
e. ilmu pengetahuan
alam;
f. ilmu
pengetahuan sosial;
g. seni dan budaya;
h. pendidikan
jasmani dan olahraga;
i. keterampilan/kejuruan;
dan
j. muatan
lokal.
(2) Kurikulum
pendidikan tinggi wajib memuat:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan
kewarganegaraan; dan
c. bahasa.
(3) Ketentuan
mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal
38
(1) Kerangka dasar
dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh
Pemerintah.
(2) Kurikulum
pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh
setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah
koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama
kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.
(3) Kurikulum
pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan
mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.
(4) Kerangka dasar
dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi
yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap
program studi.
BAB XI
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Pasal
39
(1) Tenaga
kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan,
pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan
pendidikan.
(2) Pendidik
merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan,
serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi
pendidik pada perguruan tinggi.
Pasal
40
(1) Pendidik dan tenaga
kependidikan berhak memperoleh:
a. penghasilan dan
jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai;
b. penghargaan
sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. pembinaan karier
sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;
d. perlindungan
hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual;
dan
e. kesempatan
untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang
kelancaran pelaksanaan tugas.
(2) Pendidik dan
tenaga kependidikan berkewajiban:
a. menciptakan
suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis;
b. mempunyai
komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan
c. memberi
teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan
kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Pasal
41
(1) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja
secara lintas daerah.
(2) Pengangkatan,
penempatan, dan penyebaran pendidik dan tenaga kependidikan diatur oleh lembaga
yang mengangkatnya berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal.
(3) Pemerintah dan
pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan
tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan
yang bermutu.
(4) Ketentuan
mengenai pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal
42
(1) Pendidik harus
memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasisesuai dengan jenjang kewenangan
mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional.
(2) Pendidik untuk
pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi
yang terakreditasi.
(3) Ketentuan
mengenai kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal
43
(1) Promosi dan
penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan berdasarkan latar
belakang pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan prestasi kerja dalam bidang
pendidikan.
(2) Sertifikasi
pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan
tenaga kependidikan yang terakreditasi.
(3) Ketentuan mengenai
promosi, penghargaan, dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal
44
(1) Pemerintah dan
pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
(2) Penyelenggara
pendidikan oleh masyarakat berkewajiban membina dan mengembangkan tenaga
kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakannya.
(3) Pemerintah dan
pemerintah daerah wajib membantu pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan
pada satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh masyarakat.
BAB XII
SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN
Pasal
45
(1) Setiap satuan
pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi
keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik,
kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.
(2) Ketentuan
mengenai penyediaan sarana dan prasarana pendidikan pada semua satuan
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
BAB XIII
PENDANAAN PENDIDIKAN
Bagian
Kesatu
Tanggung
Jawab Pendanaan
Pasal
46
(1) Pendanaan
pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat.
(2) Pemerintah dan
pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana
diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
(3) Ketentuan
mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian
Kedua
Sumber
Pendanaan Pendidikan
Pasal
47
(1) Sumber pendanaan
pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan
keberlanjutan.
(2) Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Ketentuan
mengenai sumber pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian
Ketiga
Pengelolaan
Dana Pendidikan
Pasal
48
(1) Pengelolaan dana
pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan
akuntabilitas publik.
(2) Ketentuan
mengenai pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian
Keempat
Pengalokasian
Dana Pendidikan
Pasal
49
(1) Dana pendidikan
selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20%
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan
minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
(2) Gaji guru dan
dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN).
(3) Dana pendidikan
dari Pemerintah dan pemerintah daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam
bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Dana pendidikan
dari Pemerintah kepada pemerintah daerah diberikan dalam bentuk hibah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Ketentuan
mengenai pengalokasian dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB XIV
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal
50
(1) Pengelolaan
sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab menteri.
(2) Pemerintah
menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin
mutu pendidikan nasional.
(3) Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan
pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan
pendidikan yang bertaraf internasional.
(4) Pemerintah
daerah provinsi melakukan koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan,
pengembangan tenaga kependidikan, dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan
pendidikan lintas daerah kabupaten/kota untuk tingkat pendidikan dasar dan
menengah.
(5) Pemerintah
kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta satuan
pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.
(6) Perguruan tinggi
menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pendidikan di
lembaganya.
(7) Ketentuan
mengenai pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Pasal
51
(1) Pengelolaan
satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah
dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen
berbasis sekolah/madrasah.
(2) Pengelolaan
satuan pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas,
jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan.
(3) Ketentuan
mengenai pengelolaan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal
52
(1) Pengelolaan
satuan pendidikan nonformal dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
(2) Ketentuan
mengenai pengelolaan satuan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian
Kedua
Badan
Hukum Pendidikan
Pasal
53
(1) Penyelenggara
dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau
masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.
(2) Badan hukum
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi memberikan pelayanan
pendidikan kepada peserta didik.
(3) Badan hukum
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berprinsip nirlaba dan dapat
mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.
(4) Ketentuan
tentang badan hukum pendidikan diatur dengan undang-undang tersendiri.
BAB XV
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal
54
(1) Peran serta
masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok,
keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
(2) Masyarakat dapat
berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil
pendidikan.
(3) Ketentuan mengenai
peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian
Kedua
Pendidikan
Berbasis Masyarakat
Pasal
55
(1) Masyarakat
berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal
dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk
kepentingan masyarakat.
(2) Penyelenggara
pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan
evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar
nasional pendidikan.
(3) Dana
penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari
penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain
yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Lembaga
pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana,
dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau pemerintah
daerah.
(5) Ketentuan mengenai
peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian
Ketiga
Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah
Pasal
56
(1) Masyarakat
berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan,
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah.
(2) Dewan pendidikan
sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan
pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana
dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis.
(3) Komite
sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam
peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan
tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan.
(4) Ketentuan
mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
BAB XVI
EVALUASI, AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI
Bagian
Kesatu
Evaluasi
Pasal
57
(1) Evaluasi
dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai
bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
(2) Evaluasi
dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur
formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.
Pasal
58
(1) Evaluasi hasil
belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan,
dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
(2) Evaluasi peserta
didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri
secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian
standar nasional pendidikan.
Pasal
59
(1) Pemerintah dan
pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan.
(2) Masyarakat
dan/atau organisasi profesi dapat membentuk lembaga yang mandiri untuk
melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58.
(3) Ketentuan
mengenai evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian
Kedua
Akreditasi
Pasal
60
(1) Akreditasi dilakukan
untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan
formal dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
(2) Akreditasi
terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah dan/atau
lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.
(3) Akreditasi
dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat
terbuka.
(4) Ketentuan
mengenai akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian
Ketiga
Sertifikasi
Pasal
61
(1) Sertifikat
berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi.
(2) Ijazah diberikan
kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau
penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan
oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.
(3) Sertifikat
kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada
peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan
pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh
satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
(4) Ketentuan
mengenai sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB XVII
PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN
Pasal
62
(1) Setiap satuan
pendidikan formal dan nonformal yang didirikan wajib memperoleh izin Pemerintah
atau pemerintah daerah.
(2) Syarat-syarat
untuk memperoleh izin meliputi isi pendidikan, jumlah dan kualifikasi pendidik
dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan
pendidikan, sistem evaluasi dan sertifikasi, serta manajemen dan proses
pendidikan.
(3) Pemerintah atau
pemerintah daerah memberi atau mencabut izin pendirian satuan pendidikan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Ketentuan
mengenai pendirian satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal
63
Satuan pendidikan yang
didirikan dan diselenggarakan oleh Perwakilan Republik Indonesia di negara lain
menggunakan ketentuan undang-undang ini.
BAB XVIII
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN OLEH LEMBAGA NEGARA LAIN
Pasal
64
Satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh perwakilan negara asing di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, bagi peserta didik warga negara asing, dapat menggunakan
ketentuan yang berlaku di negara yang bersangkutan atas persetujuan Pemerintah
Republik Indonesia.
Pasal
65
(1) Lembaga
pendidikan asing yang terakreditasi atau yang diakui di negaranya dapat
menyelenggarakan pendidikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Lembaga
pendidikan asing pada tingkat pendidikan dasar dan menengah wajib memberikan
pendidikan agama dan kewarganegaraan bagi peserta didik warga negara Indonesia.
(3) Penyelenggaraan
pendidikan asing wajib bekerja sama dengan lembaga pendidikan di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan mengikutsertakan tenaga pendidik dan
pengelola warga negara Indonesia.
(4) Kegiatan
pendidikan yang menggunakan sistem pendidikan negara lain yang diselenggarakan
di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(5) Ketentuan
mengenai penyelenggaraan pendidikan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
BAB XIX
PENGAWASAN
Pasal
66
(1) Pemerintah,
pemerintah daerah, dewan pendidikan, dan komite sekolah/madrasah melakukan
pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang dan jenis
pendidikan sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(2) Pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan prinsip transparansi dan
akuntabilitas publik.
(3) Ketentuan
mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
BAB XX
KETENTUAN PIDANA
Pasal
67
(1) Perseorangan,
organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang memberikan ijazah, sertifikat
kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi tanpa hak dipidana dengan
pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Penyelenggara
perguruan tinggi yang dinyatakan ditutup berdasarkan Pasal 21 ayat (5) dan
masih beroperasi dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Penyelenggara
pendidikan yang memberikan sebutan guru besar atau profesor dengan melanggar
Pasal 23 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Penyelenggara
pendidikan jarak jauh yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
Pasal
68
(1) Setiap orang
yang membantu memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik,
profesi, dan/atau vokasi dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan
dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang
yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi,
dan/atau vokasi yang diperoleh dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi
persyaratan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang
yang menggunakan gelar lulusan yang tidak sesuai dengan bentuk dan singkatan
yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(4) Setiap orang
yang memperoleh dan/atau menggunakan sebutan guru besar yang tidak sesuai
dengan Pasal 23 ayat (1) dan/atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
Pasal
69
(1) Setiap orang
yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi,
dan/atau vokasi yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama
lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
(2) Setiap
orang yang dengan sengaja tanpa hak menggunakan ijazah dan/atau sertifikat
kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) dan ayat (3) yang
terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal
70
Lulusan yang karya ilmiah
yang digunakannya untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) terbukti merupakan jiplakan
dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal
71
Penyelenggara satuan
pendidikan yang didirikan tanpa izin Pemerintah atau pemerintah daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
BAB XXI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal
72
Penyelenggaraan pendidikan
yang pada saat undang-undang ini diundangkan belum berbentuk badan hukum
pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 tetap berlaku sampai dengan
terbentuknya undang-undang yang mengatur badan hukum pendidikan.
Pasal
73
Pemerintah atau pemerintah
daerah wajib memberikan izin paling lambat dua tahun kepada satuan pendidikan
formal yang telah berjalan pada saat undang-undang ini diundangkan belum
memiliki izin.
Pasal
74
Semua peraturan
perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor
6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390) yang ada pada saat diundangkannya
undang-undang ini masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum
diganti berdasarkan undang-undang ini.
BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal
75
Semua peraturan
perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan undang-undang ini harus
diselesaikan paling lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya undang-undang
ini.
Pasal
76
Pada saat mulai berlakunya
undang-undang ini, Undang-Undang Nomor 48/Prp./1960 tentang Pengawasan
Pendidikan dan Pengajaran Asing (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 155, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2103) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3390) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal
77
Undang-undang ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar