BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
TOPIK : hakekat pendidikan
1.2
INDIKATOR : a. Menjelaskan hakekat belajar sepanjang hayat
b. Menjelaskan empat pilar pendidikan yang dikeluarkan
oleh UNESCO serta pengaruh dan
keterkaitannya terhadap pendidikan sepanjang hayat..
1.3 URAIAN MATERI
Pendidikan pada dasarnya adalah
proses komunikasi yang didalamnya mengandung transformasi pengetahuan,
nilai-nilai dan ketrampilan-ketrampilan, di dalam dan di luar sekolah yang
berlangsung sepanjang hayat, dari generasi ke generasi (Dwi Siswoyo, 2008: 25).
Dari pengertian di atas dapat diartikan bahwa hampir dari seluruh kegiatan
manusia yang bersifat positif dapat dianggap bahwa mereka telah melakukan
proses pendidikan. Tujuan pendidikan secara luas antara lain adalah untuk
meningkatkan kecerdasan, membentuk manusia yang berkualitas, terampil, mandiri,
inovatif, dan dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Oleh karena itu,
pendidikan sangat diperlukan oleh manusia untuk dapat melangsungkan kehidupan
sebagai makhluk individu, sosial dan beragama. Di sinilah peran lembaga
pendidikan baik formal maupun non formal untuk membantu masyarakat dalam
mewujudkan tujuan pendidikan yang telah disampaikan di atas, melalui pendidikan
sepanjang hayat manusia diharapkan mampu menjadi manusia yang terdidik
1.
Pengertian
Pendidikan Sepanjang Hayat
Pendidikan
sepanjang hayat (life long education) adalah sebuah sistem pendidikan
yang dilakukann oleh manusia ketika lahir sampai meninggal dunia. Pendidikan
sepanjang hayat merupakan fenomena yang sudah tidak asing lagi. Melalui
pendidikan sepanjang hayat, manusia selalu belajar melalui peristiwa-peristiwa
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari atau pengalaman yang telah dialami.
Konsep pendidikan sepanjang hayat tidak mengenal batas usia, semua manusia baik
yang masih kecil hingga lanjut usia tetap bisa menjadi peserta didik, karena
cara belajar sepanjang hayat dapat dilakukan dimanapun, kapanpun, dan oleh
siapapun.
Menurut
pendapat Sudjana (2001: 217-218) pendidikan sepanjang hayat harus didasarkan
atas prinsip-prinsip pendidikan di bawah ini :
a. Pendidikan hanya akan berakhir
apabila manusia telah meninggal dunia.
b. Pendidikan sepanjang hayat merupakan
motivasi yang kuat bagi peserta didik untuk merencanakan dan melakukan kegiatan
belajar secara terorganisi dan sistimatis.
c. Kegiatan belajar bertujuan untuk
mempeoleh, memperbaharui, dan meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan
yang telah dimiliki.
d. Pendidikan memiliki tujuan-tujuan
berangkai dalam memenuhi kebutuhan belajar dan dalam mengembangkan kepuasan
diri setiap manusia yang melakukan kegiatan belajar.
e. Perolehan pendidikan merupakan prasyarat bagi
perkembangan kehidupan manusia, baik untuk meningkatkan kemampuannya, agar
manusia selalu melakukan kegiatan belajar guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
2.
Tahap
Proses Belajar Pendidikan Sepanjang Hayat
Tahapan
belajar manusia pada dasarnya terdiri dari dua bagian. Bagian yang pertama
ialah proses belajar yang tidak dapat dilihat oleh panca indera, karena proses
belajar terjadi dalam pikiran seseorang yang sedang melakukan kegiatan belajar.
Proses ini sering disebut dengan proses intern. Bagian yang kedua disebut
proses belajar ekstern, proses ini dapat menunjukkan apakah dalam diri
seseorang telah terjadi proses belajar yang ditandai dengan adanya perubahan ke
arah yang lebih baik.
Menurut
Suprijanto (2007) proses belajar yang terjadi dalam diri seseorang yang sedang
belajar berlangsung melalui enam tahapan yaitu :
a.
Motivasi
Yang
dimaksud motivasi di sini adalah keinginan untuk mencapai suatu hal. Apabila
dalam diri peserta didik tidak ada minat untuk belajar, tentu saja proses
belajar tidak akan berjalan dengan baik. Jika demikian halnya, pendidik harus
menumbuhkan minat belajar tersebut dengan berbagai cara, antara lain dengan
menjelaskan pentingnya pelajaran dan mengapa materi itu perlu dipelajari.
- Perhatian pada Pelajaran
Peserta
didik harus dapat memusatkan perhatiannya pada pelajaran. Apabila hal itu tidak
terjadi maka proses belajar akan mengalami hambatan. Perhatian peserta ini
sangat tergantung pada pembimbing.
- Menerima dan Mengingat
Setelah
memperhatikan pelajaran, seorang peserta didik akan mengerti dan menerima serta
menyimpan dalam pikirannya. Tahap menerima dan mengingat ini harus terjadi pada
diri orang yang sedang belajar. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
penerimaan dan pengingatan ini, seperti struktur, makna, pengulangan pelajaran
, dan interverensi.
- Reproduksi
Dalam
proses belajar, seseorang tidak hanya harus menerima dan mengingat informasi
baru saja, tetapi ia juga harus dapat menemukan kembali apa-apa yang pernah dia
terima. Agar peserta didik mampu melakukan reproduksi, pendidik perlu
menyajikan pengajarannya dengan cara yang mengesankan.
- Generalisasi
Pada tahap
generalisasi ini, peserta didik harus mampu menerapkan hal yang telah
dipelajari di tempat lain dan dalam ruang lingkup yang lebih luas. Generalisasi
juga dapat diartikan penerapan hal yang telah dipelajari dari situasi yang satu
ke situasi yang lain.
- Menerapkan Apa yang Telah Diajarkan serta Umpan Balik
Dalam
tahap ini, peserta didik harus sudah memahami dan dapat menerapkan apa yang
telah diajarkan. Untuk meyakinkan bahwa peserta didik telah benar-benar
memahami, maka pembimbing dapat memberikan tugas atau tes yang harus dikerjakan
oleh peserta didik. Tes yang diberikan pun dapat berupa tes tertulis maupun
lisan. Selanjutnya, pendidik berkewajiban memberikan umpan balik berupa
penjelasan mana yang benar dan mana yang salah. Dengan umpan balik seperti itu,
peserta didik dapat mengetahui seberapa ia memahami apa yang diajarkan dan
dapat mengoreksi dirinya sendiri.
3.
Membentuk
Kemandirian Melalui Pendidikan Sepanjang hayat.
Setiap
manuusia yang lahir di dunia ini tidak langsung dapat hidup mandiri. Di awal
kehidupannya, ia akan membutuhkan bantuan dari orang lain, bahkan cenderung
tergantung terhadap orang lain. Sejak bayi hingga anak-anak ia akan sangat
membutuhkan peran keluarga dan orang-orang di sekitarnya agar dapat membantu ia
untuk bertahan hidup. Namun seiring pertumbuhannya, sedikit demi sedikit ia
akan mampu mengurangi tingkat ketergantungannya kepada orang lain, sehingga
lama kelamaan ia dapat menjadi manusia yang mandiri.
Proses
belajar akan mampu membuat manusia tumbuh dan berkembang sehingga mampu menjadi
dewasa dan mandiri. Manusia mengalami perubahan dari yang sebelumnya selalu
tergantung kepada orang lain menjadi manusia yang mandiri, bahkan justru akan
mampu membantu orang lain. Perubahan seperti ini seharusnya terus terjadi
sepanjang hayat selama manusia tersebut masih hidup. Namun pada kenyataannya,
sebagian besar manusia berhenti belajar setelah mereka merasa cukup dewasa.
Padahal pada dasarnya perubahan-perubahan sikap menuju arah yang lebih baik
harus selalu dilakukan untuk mempersiapkan diri terhadap perubahan-perubahan
yang timbul seperti halnya perubahan dalam bidang kemajuan teknologi dan
pengetahuan. Mereka yang terus melakukan proses belajar akan dapat mengikuti
perubahan yang ada, sedangkan mereka yang berhenti untuk belajar akan merasakan
kesulitan dalam menghadapi perubahan dan akan cenderung menjadi manusia yang
kurang mandiri.
Sudjana
(2001: 228) berpendapat bahwa dalam pengembangan sikap dan perilaku mandiri,
pendidikan luar sekolah dapat berperan untuk membantu peserta didik sehingga ia
dapat menyadari dan mengakui potensi dan kemampuan dirinya. Peserta didik perlu
dibantu untuk mampu berdialog dengan dirinya dan lingkungannya. Program-program
pendidikan non formal diarahkan untuk memotivasi peserta didik dalam upaya
mengaktualisasi potensi diri, berpikir, dan berbuat positif terhadap
lingkungan, serta mencapai kepuasan diri dan bermakna bagi lingkungan.
4.
Empat
Pilar Pendidikan UNESCO
Upaya
meningkatkan kualitas suatu bangsa tidak ada cara lain kecuali melalui
peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari pemikiran itu UNESCO mencanangkan
empat pilar pendidikan sekarang dan masa depan yaitu: learning to know,
learning to do, learning to be, dan learning to live together.
a) Learning to know
: Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha untuk mencari agar mengetahui
informasi yang dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan. Penguasaan yang dalam dan
luas akan bidang ilmu tertentu, termasuk di dalamnya Learning to How. Untuk
mengimplementasikan “learning to know” (belajar untuk mengetahui), Guru harus
mampu menempatkan dirinya sebagai fasilitator. Di samping itu guru dituntut
untuk dapat berperan ganda sebagai kawan berdialog bagi siswanya dalam rangka
mengembangkan penguasaan pengetahuan siswa.
b) Learning
to do : Pendidikan juga merupakan proses belajar untuk bisa melakukan sesuatu
(learning to do). Proses belajar menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif,
peningkatan kompetensi, serta pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap
nilai, sikap, penghargaan, perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau merespon suatu
stimulus. Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi
lebih jauh untuk terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga
menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan. Belajar untuk mengaplikasi
ilmu, bekerja sama dalam team, belajar memecahkan masalah dalam berbagai
situasi. Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar seyogjanya memfasilitasi
siswanya untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimiliki, serta bakat dan
minatnya agar “Learning to do” (belajar untuk melakukan sesuatu) dapat
terrealisasi. Walau sesungguhnya bakat dan minat anak dipengaruhi faktor
keturunan namun tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada
lingkungan. Seperti kita ketahui bersama bahwa keterampilan merupakan sarana
untuk menopang kehidupan seseorang bahkan keterampilan lebih dominan daripada
penguasaan pengetahuan semata.
c) Learning
to be : Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan
bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be). Hal ini erat sekali
kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik, kejiwaan, tipologi pribadi
anak serta kondisi lingkungannya. Misal : bagi siswa yang agresif, akan
menemukan jati dirinya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan
sebaliknya bagi siswa yang pasif, peran guru sebagai kompas penunjuk arah
sekaligus menjadi fasilitator sangat diperlukan untuk menumbuhkembangkan
potensi diri siswa secara utuh dan maksimal. Menjadi diri sendiri diartikan
sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku
sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi
orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapaian aktualisasi diri.
Belajar untuk dapat mandiri, menjadi orang yang
bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan bersama. Pilar ketiga yang
dicanangkan Unesco adalah “learning to be” (belajar untuk menjadi seseorang).
d) Learning
to live together : Belajar memahami
dan menghargai orang lain, sejarah mereka dan nilai-nilai agamanya. Terjadinya
proses “learning to live together” (belajar untuk menjalani kehidupan bersama),
pada pilar keempat ini, kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka,
memberi dan menerima perlu dikembangkan disekolah. Kondisi seperti inilah yang
memungkinkan tumbuhnya sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama.
Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat
dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu
tersebut berada, dan sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya.
Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan
bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live together).
Dengan
mengaplikasikan pilar-pilar tersebut, diharapkan pendidikan yang berlangsung di
seluruh dunia termasuk Indonesia dapat menjadi lebih baik, namun yang menjadi
masalah adalah dunia pendidikan di Indonesia yang saat ini masih minim
fasilitas, terlebih lagi di daerah-daerah terpencil, belum meratanya fasilitas
pendidikan, tentunya akan menjadi halangan bagi siswa untuk mengembangkan diri
mereka. Untuk itu semua, pendidikan di Indonesia harus diarahkan pada
peningkatan kualitas kemampuan intelektual dan profesional serta sikap,
kepribadian dan moral. Dengan kemampuan dan sikap manusia Indonesia yang
demikian maka pada gilirannya akan menjadikan masyarakat Indonesia masyarakat
yang bermartabat di mata masyarakat dunia.
BAB
II
ISI
2.1 RANGKUMAN MATERI
Pendidikan
sepanjang hayat (life long education) adalah sebuah sistem pendidikan yang dilakukan oleh manusia
ketika lahir sampai meninggal dunia. Pendidikan sepanjang hayat merupakan
fenomena yang sudah tidak asing lagi. Dimana tahap-tahap pelaksanaannya adalah
harus ada : motivasi, perhatian dan pelajaran, menerima dan mengingat,
reproduksi, generalisasi, menerapkan apa yang telah diajarkan serta umpan
balik. Dimana pendidikan sepanjang hayat ini juga akan mampu membentuk
kemandirian dari seseorang, salah satunya dengan pendidikan non formal, yang
mampu membangkitkan daya pikir, berbuat positif dari, oleh dan untuk dirinya
sendiri serta lingkungan. Dalam upaya memajukan pendidikan di
Indonesia UNESCO mengeluarkan empat pilar yang dapat menopang pendidikan yang
ada di Indonesia ini. Keempat pilar tersebut adalah learning to know, learning
to do, learning to be, dan learning to live together. Dimana Untuk
mengimplementasikan “learning to know” (belajar untuk mengetahui), Guru harus
mampu menempatkan dirinya sebagai fasilitator. Di samping itu guru dituntut
untuk dapat berperan ganda sebagai kawan berdialog bagi siswanya dalam rangka
mengembangkan penguasaan pengetahuan siswa.
Sekolah sebagai wadah masyarakat
belajar seyogjanya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan keterampilan
yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning to do” (belajar untuk
melakukan sesuatu) dapat terealisasi. Walau sesungguhnya bakat dan minat anak
dipengaruhi faktor keturunan namun tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat
juga bergantung pada lingkungan. Seperti kita ketahui bersama bahwa
keterampilan merupakan sarana untuk menopang kehidupan seseorang bahkan
keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan semata.
Pilar ketiga yang dicanangkan
Unesco adalah “learning to be” (belajar untuk menjadi seseorang). Hal ini erat
sekali kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik, kejiwaan, tipologi
pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Misal : bagi siswa yang agresif, akan
menemukan jati dirinya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan
sebaliknya bagi siswa yang pasif, peran guru sebagai kompas penunjuk arah
sekaligus menjadi fasilitator sangat diperlukan untuk menumbuhkembangkan
potensi diri siswa secara utuh dan maksimal.
Terjadinya proses “learning to live together”
(belajar untuk menjalani kehidupan bersama), pada pilar keempat ini, kebiasaan
hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu
dikembangkan disekolah. Kondisi seperti inilah yang memungkinkan tumbuhnya
sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama. Dengan melakukan empat
pilar yang telah dikeluarkan oleh UNESCO, untuk itu semua pendidikan di
Indonesia harus diarahkan pada peningkatan kualitas kemampuan intelektual dan
profesional serta sikap, kepribadian dan moral. Dengan kemampuan dan sikap
manusia Indonesia yang demikian maka pada gilirannya akan menjadikan masyarakat
Indonesia masyarakat yang bermartabat di mata masyarakat dunia. Mengarah ke
point ketiga, “Learning To Be” belajar untuk menjadi seseorang. Hal ini sangat
berkaitan dengan bakat dan minat yang dimiliki seseorang. Jika seseorang
memiliki bakat yang lebih, dalam suatu bidang tidak akan mampu berkembang
apabila tanpa ada dukungan dan fasilitas baik dari guru itu sendiri dan
pengaruh lingkungan luar. Ini dimaksudkan agar seorang siswa mampu mewujudkan
dan mengembangkan bakatnya sesuai dengan harapannya. Jadi tanpa peranan guru
sebagai fasilitator maka pilar ketiga yang dicetuskan UNESCO tidak akan
terlaksana dengan baik. Begitu juga dengan poin yang keempat “Learning
to Live Together” belajar untuk menjalani kehidupan bersama. Maksud
dari point keempat ini adalah bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang aman
tentram, dan saling menghargai antar agama, suku, ras, dan budaya dalam
menjalani kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini toleransi antar sesama manusia
sangat diperlukan, karena umat manusia itu ditakdirkan untuk menjalani
kehidupan bersama-sama dan tidak dapat menjalani kehidupan itu sendiri.
2.2
REVIEW MATERI
Adapun pendapat serta ulasan kami
terhadap materi yang telah dipaparkan sebelumnya yaitu, kami mendukung
pernyataan-pernyataan dari materi di atas, karena pendidikan sepanjang hayat
adalah sesuatu yang mutlak untuk dilakukan dan ini adalah jalan utama untuk
memanusiakan manusia. Jadi janganlah mencoba untuk berhenti belajar jika hanya
dengan kata “cukup”, karena pendidikan bagaikan air yang akan terus mengalir,
kita harus terus mencari dan mendapatkan hasil yang lebih baik dari pendidikan
tersebut seperti kemandirian dan kedewasaan. Sehingga terus bangkitkan motivasi
dalam diri kita dalam menjalani pendidikan sepanjang hayat tersebut.
Lalu sudahkah pendidikan sepanjang hayat dan
pengajaran tersebut sesuai dengan 4 pilar UNESCO?
Menurut
pendapat kami, Adanya empat pilar pendidikan menurut UNESCO menjadi
sorotan utama karena pilar-pilar tersebut bergerak dalam memajukan pendidikan.
Namun ke-empat pilar tersebut belum terealisasi secara sempurna utamanya di
Indonesia. Dalam hal ini pihak-pihak yang terkait dalam memajukan pendidikan
itu belum melaksanakan kewajibannya dengan baik. “minimalisasi” selalu menjadi
akar dan permasalahan pelik dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia.
Pemerataan fasilitas masih jauh dari kata “sempurna dan memadai”. Dimana
pembaharuan, rehabilitas hanya terpusat pada beberapa tempat umumnya kota-kota
besar yang menjadi tempat sentral pendidikan, sementara di daerah yang sudah
tidak terjamah lagi rasanya akan menjadi sesuatu yang sulit untuk memajukan
pendidikannya karena pemerintah tidak memandang bagaimana kondisi pendidikan di
daerah tersebut, apakah sudah sejahtera
atau tidak dari segi pendidik dan peserta didik. Sebagaimana
pilar pendidikan pada point pertama di atas, “Learning to know”,
bagaimana siswa dapat menambah ilmu sebanyak-banyaknya misalnya di desa
terpencil sedangkan fasilitasnya saja tidak memadai misalnya referensi bagi
peserta didik disana. Lalu, mengarah ke point kedua, “Learning To Do”,
masih terkait dari point di atas, tentu sesuatu yang sangat tidak mungkin untuk
menghasilkan output yang berkualitas yang mampu berkarya jika tidak dibekali
pengetahuan dimana fasilitas sebelumnya sudah tidak memadai. Mengarah ke point
ketiga, “Learning To Be” belajar untuk menjadi seseorang. Hal ini sangat
berkaitan dengan bakat dan minat yang dimiliki seseorang. Jika seseorang
memiliki bakat yang lebih, dalam suatu bidang tidak akan mampu berkembang
apabila tanpa ada dukungan dan fasilitas baik dari guru itu sendiri dan
pengaruh lingkungan luar. Jadi tanpa peranan guru sebagai fasilitator maka
pilar ketiga yang dicetuskan UNESCO tidak akan terlaksana dengan baik. Begitu
juga dengan poin yang keempat “Learning to Live Together” belajar
untuk menjalani kehidupan bersama. Maksud dari point keempat ini adalah
bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang aman tentram, dan saling menghargai
antar agama, suku, ras, dan budaya dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Dalam
hal ini toleransi antar sesama manusia sangat diperlukan, karena umat manusia
itu ditakdirkan untuk menjalani kehidupan bersama-sama dan tidak dapat
menjalani kehidupan itu sendiri. Disinilah diperlukan
kerjasama dari berbagai pihak dalam memajukan pendidikan Indonesia. Baik itu
guru, pemerintah, masyarakat, orang tua siswa, dan juga siswa itu sendiri
sebagai objek pendidikan. Yang nantinya mampu memajukan pendidikan di Indonesia
agar mampu mewujudkan negara yang maju
dan mampu bersaing dengan dunia luar, dengan kualitas SDM yang tinggi.
BAB III
PENUTUP
4.1 SIMPULAN
- Pendidikan sepanjang hayat mutlak untuk dijalankan oleh setiap manusia yang terlahir ke dunia ini.
- Adapun empat pilar pendidikan yang dikeluarkan oleh UNESCO adalah learning to know, learning to do, learning to be,learning to live together.
- Jadi sangat diperlukan kerjasama dari semua pihak dalam implementasi empat pilar pendidikan UNESCO tersebut dalam “pendidikan sepanjang hayat” begitu juga pengajaran di Indonesia demi kualitas hidup manusia yang lebih baik.
4.2 SARAN
Laksanakan
pendidikan sepanjang hayat tersebut dengan sepenuh hati, penuh motivasi, jangan
sampai terputus. Janganlah cepat merasa puas dari apa yang telah didapatkan
dari pendidikan yang telah kita jalani, karena pendidikan itu akan terus
berlangsung dari kita lahir sampai mati.
DAFTAR
PUSTAKA
Wooww...wooow...wooow... jurusan apa sie? Cocok tuh dijadiin skripsi
BalasHapusjurdik kimia, ehe
HapusMAKALAH-ARTIKEL PENDIDIKAN TERLENGKAP !!!!
BalasHapusVISIT NOW...
http://seramoe-printstation.blogspot.com/
Thnxx....
yaps
Hapusoke boss terima kasih atas artikelnya . . . . membantu banget ????
BalasHapusvisit http://evolution-yes.blogspot.com/
terima kasih:)
Thanks ya sob udah share , blog ini sangat bermanfaat ...................
BalasHapusbisnistiket.co.id
pertama kali tau blok se Greget ini ... semoga bermanfaat ....
BalasHapusterimakasih artikelnya sangat membantu, semoga berkah...
BalasHapusKuliah di luar negeri sekarang sudah tidak perlu ke luar, Universitas luar negeri menyediakan kampus online mendapat sertifikat setara Ijazah, ingin tahu selengkapnya kunjugi: www.onlinedegreecourses.us