BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pendidikan diselenggarakan
berdasarkan filsafat hidup serta berlandaskan sosiokultural setiap masyarakat,
termasuk di Indonesia. Kajian ketiga landasan itu (filsafat, sosiologis dan
kultural) akan membekali setiap tenaga kependidikan dengan wawasan dan
pengetahuan yang tepat tentang bidang tugasnya. Selanjutnya, ada dua landasan
lain yang selalu erat kaitannya dalam setiap upaya pendidikan, utamanya
pengajaran, yakni landasan psikologis yang akan membekali tenaga kependidikan
dengan pemahaman perkembangan peserta didik dan cara-cara belajarnya, landasan
IPTEK yang akan membekali tenaga kependidikan tentang sumber bahan ajaran serta
landasan-landasan lainnya sebagai berikut.
1.2.
Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, rumusan masalahnya adalah
1)
Apa saja jenis-jenis landasan
pendidikan yang mendukung kegiatan pendidikan?
1.3.
Tujuan
Praktek
pendidikan diupayakan pendidik dalam rangka memfasilitasi peserta didik agar
mampu mewujudkan diri sesuai kodrat dan martabat kemanusiaannya. Tujuan dalam
pembahasan jenis – jenis landasan pendidikan ini yaitu :
a.
Mengarahkan peserta didik agar
mampu melaksanakan berbagai peran sesuai dengan statusnya, berdasarkan nilai –
nilai dan norma – norma yang berlaku yang telah diakui.
b.
Mengetahui bahwa landasan –
landasan pendidikan sebagai titik tolak praktek pendidikan, maksudnya landasan
pendidikan ini akan menjadi titik tolak dalam menetapkan tujuan pendidikan,
memilih isi pendidikan, dan memilih cara – cara pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan
landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, misalnya apakah
pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan, dan apa tujuan pendidikan
itu. Pembahasan mengenai semua ini berkaitan dengan pandangan filosofis tertentu.
Filsafat menelaah sesuatu secara radikal sampai seakar-akarnya, menyeluruh dan
konseptual, yang menghasilkan konsep-konsep mengenai kehidupan dan dunia.
Landasan filosofis terhadap pendidikan dikaji terutama melalui filsafat
pendidikan, yang mengkaji pendidikan dari sudut filsafat. Misalnya mungkinkah
pendidikan diberikan kepada manusia, apakah pendidikan bukan merupakan
keharusan, mengapa? Kemungkinan pendidikan diberikan kepada manusia bahkan
harus diberikan, berkaitan dengan pandangan mengenai hakikat manusia. Bahasan
mengenai hakikat manusia itu, dapat dijawab melalui kajian filosofis.
Pendidikan itu mungkin diberikan dan bahkan harus, karena manusia adalah
makhluk individualitas, makhluk sosialitas, makhluk moralitas, makhluk
personalitas, makhluk budaya, dan makhluk yang belum jadi. Essensialisme,
perenialisme, pragmatisme, progresivisme, rekonstruksionalisme, dan pancasila
adalah merupakan aliran-aliran filsafat yang mempengaruhi pandangan, konsep dan
praktik pendidikan.
1)
Essensialisme
Essensialisme merupakan aliran atau
mazab pendidikan yang menerapkan filsafat idealisme dan realisme secara
eklektis. Aliran ini mengutamakan gagasan-gagasan yang terpilih, yang
pokok-pokok, yang hakiki ( essensial ), yaitu liberal arts. Yang termasuk the
liberal arts adalah bahasa, gramatika, kesusasteraan, filsafat, ilmu kealaman,
matematika, sejarah dan seni.
Aliran tersebut dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah formal adalah adanya penetapan berbagai
mata pelajaran yang disajikan atau dituangkan dalam kurikulum sekolah. Namun
demikian hal tersebut tidak berarti memisahkan antar mata pelajaran tetapi
semuanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Pembagian dalam berbagai
mata pelajaran tersebut dapat memudahkan dan membantu siswa untuk mempelajari
dan memahami tahap demi tahap, yang pada akhirnya menyeluruh (holistik). Karena
semua mata pelajaran tersebut diperlukan oleh manusia dalam menjalani
kehidupannya sebagai makhluk sosial
2)
Perenialisme
Perenialisme hampir sama dengan
essensialisme, tetapi lebih menekankan pada keabadian atau ketetapan atau
kehikmatan ( perennial = konstan ). Ada persamaan antara perenialisme dan
esensialisme, yakni keduanya membela kurikulum tradisional yang berpusat pada
mata pelajaran yang pokok-pokok (subject centered).
Perbedaannya ialah pernialisme menekankan keabadian
teori kehikmatan, yaitu:
a. Pengetahuan
yang benar (truth).
b.
Keindahan (beauty).
c. Kecintaan
kepada kebaikan (goodness).
Juga sebaliknya kurikulum bersifat wajib dan berlaku
umum, yang harus mencakup:
a. Bahasa
b.
Matematika
c.
Logika
d.
Ilmu Pengetahuan Alam
e. Sejarah
Dalam aliran ini menggambarkan
pendidikan menekankan pentingnya penanaman nilai kebenaran, keindahan,
kebaikan. Hal ini juga sesuai dengan relaitas kehidupan manusia yang di dalam
dirinya selalu condong kepada kebaikan dan kebenaran yang bisa diterima oleh
masyarakat umum. Jika hal tersebut tidak tampak dalam penyelenggaraan
pendidikan maka akan tidak bisa diterima dan menimbulkan pro dan kontra.
3)
Pragmatisme
dan Progresivisme
Pragmatisme merupakan aliran
filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu harus dinilai dari segi nilai
kegunaan praktis. Pragmatisme aliran filsafat yang menekankan pada manfaat atau
kegunaan praktis. Penerapan konsep pragmatisme secara eksperimental melalui 5
tahap, yaitu:
a.
Situasi tak tentu.
b.
Diagnosis.
c.
Hipotesis.
d.
Pengujian Hipotesis.
e.
Evaluasi
Progresivisme (gerakan pendidikan
progresif) mengembangkan teori pendidikan yang mendasarkan diri pada beberapa
prinsip, antara lain : Anak harus bebas untuk dapat berkembang secara wajar.
Pengalaman langsung merupakan cara terbaik untuk merangsang minat belajar. Guru
harus menjadi seorang peneliti dan pembimbing kegiatan belajar. Sekolah
progresif harus merupakan suatu laboratorium untuk melakukan reformasi
pedagosis dan eksperimentasi.
Aliran ini pada hakekatnya
mengajarkan kepada pendidik dan penyelenggara pendidikan untuk mendidik
bagaimana berpikir kritis, sistematis, ilmiah dan mampu menguji kebenaran dalam
ilmu pengetahuan dengan metode ilmiah. Karena kebenaran yang ada itu bisa
bersifat relatif bahkan bisa menjadi salah jika ditemukan teori yang baru.
4)
Rekonstruksionisme
Aliran rekonstruksionisame merupakan
kelanjutan dari progresivisme. Mazab ini berpandangan bahwa pendidikan/ sekolah
hendaknya memelopori melakukan pembaharuan kembali atau merekonstruksi kembali
masyarakat agar menjadi lebih baik. Karena itu pendidikan/sekolah harus
mengembangkan ideologi kemasyarakatan yang demokratis.
5)
Pancasila
Bahwa pancasila merupakan aliran
filsafat tersendiri yang dijadikan landasan pendidikan, bagi bangsa Indonesia
dituangkan dalam Undang-undang pendidikan yang berlaku. Pancasila sebagai
Landasan Filosofis Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Pasal 2 UU-RI No. 2 Tahun 1989 menetapkan bahwa Pendidikan Nasional bedasarkan Pancasila dan UUD 45. Sedangkan Ketetapan MPR RI No. 11/MPR/1987 tetang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) menegaskan bahwa Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara Republik Indonesia. P4 atau Ekaprasetya Pancakarsa sebagai petunjuk operasional pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam bidang pendidikan . Perlu ditegaskan bahwa Pengamalan Pancasila itu haruslah dalam arti keseluruhan dan keutuhan kelima sila dalam Pancasila itu, sebagai yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 , yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam Buku I Bahan Penataran P4 dikemukakan bahwa Ketetapan MPR RI No. 11/MPR/1989 tersebut diatas memberi petunjuk-petunjuk nyata dan jelas wujud pengamalan kelima sila dari Pancasila.
Pasal 2 UU-RI No. 2 Tahun 1989 menetapkan bahwa Pendidikan Nasional bedasarkan Pancasila dan UUD 45. Sedangkan Ketetapan MPR RI No. 11/MPR/1987 tetang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) menegaskan bahwa Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara Republik Indonesia. P4 atau Ekaprasetya Pancakarsa sebagai petunjuk operasional pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam bidang pendidikan . Perlu ditegaskan bahwa Pengamalan Pancasila itu haruslah dalam arti keseluruhan dan keutuhan kelima sila dalam Pancasila itu, sebagai yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 , yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam Buku I Bahan Penataran P4 dikemukakan bahwa Ketetapan MPR RI No. 11/MPR/1989 tersebut diatas memberi petunjuk-petunjuk nyata dan jelas wujud pengamalan kelima sila dari Pancasila.
2.2.
Landasan Sosiologis
Pada bagian depan telah dikemukakan
bahwa manusia selalu hidup bersama dengan manusia lain. Kajian-kajian
sosiologis telah dikemukakan pada waktu membahas hakikat masyarakat. Masyarakat
dengan berbagai karakteristik sosiokultural inilah yang juga dijadikan landasan
bagi kegiatan pendidikan pada suatu masyarakat tertentu. Bagi bangsa Indonesia,
kondisi sosiokultural bercirikan dua, yaitu secara horisontal ditandai oleh
kesatuan-kesatuan sosial sesuai dengan suku, agama adat istiadat dan
kedaerahan. Secara vertikal ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan pola
kehidupan antara lapisan atas, menengah dan bawah. Fenomena-fenomena sosial dan struktur sosial yang
ada pada masyarakat Indonesia sangat berkaitan dengan pendidikan sebagaimana
telah diuraikan di muka.
a.
Pengertian tentang Landasan
Sosiologis
Sosiologi pendidikan merupakan
analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam
sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan
meliputi 4 bidang, yaitu:
a)
Hubungan sistem pendidikan dengan
aspek masyarakat lain.
b)
Hubungan kemanusiaan di sekolah.
c)
Pengaruh sekolah pada perilaku
anggotanya.
d)
Sekolah dalam komunitas.
Kajian sosiologi tentang pendidikan
pada prinsipnya mencakup semua jalur pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun
pendidikan diluar sekolah. Masyarakat Indonesia setelah kemerdekaan, utamanya
pada zaman pemerintahan Orde Baru, telah mengalami banyak perubahan. Sebagai
masyarakat majemuk, maka komunitas dengan ciri-ciri unik baik secara horizontal
maupun vertikal masih dapat ditemukan, demikian pula halnya dengan sifat-sifat
dasar dari zaman penjajahan belum terhapus seluruhnya.
Namun dengan niat politik yang kuat menjadi suatu masyarakat Indonesia serta dengan kemajuan dalam berbagai bidang pembangunan, utamanya dalam bidang pendidikan politik, maka sisi ketunggalan dari “Bhineka Tunggal Ika” makin mencuat. Berbagai upaya yang dilakukan, baik melalui kegiatan jalur sekolah (misalnya dengan mata pelajaran pendidikan moral Pancasila, pendidikan sejarah perjuangan bangsa, dll) maupun jalur pendidikan luar sekolah (penataran P4, pemasyarakatan P4 non penataran, dll) telah mulai menumbuhkan benih-benih persatuan dan kesatuan yang semakin kokoh. Berbagai upaya tersebut dilaksanakan dengan tidak mengabaikan kenyataan tentang kemajemukan masyarakat Indonesia.
Namun dengan niat politik yang kuat menjadi suatu masyarakat Indonesia serta dengan kemajuan dalam berbagai bidang pembangunan, utamanya dalam bidang pendidikan politik, maka sisi ketunggalan dari “Bhineka Tunggal Ika” makin mencuat. Berbagai upaya yang dilakukan, baik melalui kegiatan jalur sekolah (misalnya dengan mata pelajaran pendidikan moral Pancasila, pendidikan sejarah perjuangan bangsa, dll) maupun jalur pendidikan luar sekolah (penataran P4, pemasyarakatan P4 non penataran, dll) telah mulai menumbuhkan benih-benih persatuan dan kesatuan yang semakin kokoh. Berbagai upaya tersebut dilaksanakan dengan tidak mengabaikan kenyataan tentang kemajemukan masyarakat Indonesia.
2.3.
Landasan Kultural
Saling pengaruh antara pendidikan
dengan kebudayaan juga telah dikemukakan ketika membahas kaitan kebudayaan
dengan pendidikan. Kebudayaan tertentu diciptakan oleh orang di masyarakat
tertentu tersebut atau dihadirkan dan diambil oper oleh masyarakat tersebut dan
diwariskan melalui belajar/pengalaman terhadap generasi berikutnya. Kebudayaan
seperti halnya sistem sosial di masyarakat merupakan kondisi esensial bagi
perkembangan dan kehidupan orang. Proses dan isi pendidikan akan memberi bentuk
kepribadian yang tumbuh dan pribadi-pribadi inilah yang akan menjadi pendukung,
pewaris, dan penerus kebudayaan, secara ringkas adalah (1) kebudayaan menjadi
kondisi belajar, (2) kebudayaan memiliki daya dorong, daya rangsang adanya
respon-respon tertentu, (3) kebudayaan memiliki sistem ganjaran dan hukuman
terhadap perilaku tertentu sejalan dengan sistem nilai yang berlaku, dan (4)
adanya pengulangan pola perilaku tertentu dalam kebudayaan. Tanpa pendidikan
budaya dan manakala pendidikan budaya tersebut terjadi tetapi gagal, yang kita
saksikan adalah kematian atau berakhirnya suatu kebudayaan.
Kebudayaan dan pendidikan mempunyai
hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan / dikembangkan
dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan
jalan pendidikan, baik secara informal maupun secara formal. Sebaliknya bentuk
ciri-ciri dan pelaksanaan pendidikan itu ikut ditentukan oleh kebudayaan
masyarakat dimana proses pendidikan itu berlangsung.
a.
Pengertian tentang Landasan Kultural
Pendidikan tidak hanya berfungsi
untuk menstranmisi kebudayaan kepada generasi penerus, tetapi pendidikan juga
berfungsi untuk menstranformasikan kebudayaan agar sesuai dengan perkembangan
dan tujuan zaman. Dengan kata lain, sekolah secara seimbang melaksanakan fungsi
ganda pendidikan , yakni sebagai proses sosialisasi dan sebagai agen pembaruan.
Dalam bidang pendidikan, kedua fungsi tersebut kadang-kadang dipertentangkan,
antara penganut pendidikan sebagai pelestarian (teashing a conserving
activity).
b. Kebudayaan Nasional sebagai
Landasan Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Sistem pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia (UU RI No. 2/1978) pasal 1 ayat 2. Karena masyarakat Indonesia sebagai pendukung kebudayaan itu adalah masyarakat yang majemuk, maka kebudayaan bangsa Indonesia tersebut lebih tepat disebut sebagai Kebudayaan Nusantara yang beragam. Puncak-puncak kebudayaan Nusantara itu dan yang diterima sacara nasional disebut kebudayaan nasional. Oleh karena itu, kebudayaan nasional haruslah dipandang dalam latar perkembangan yang dinamis seiring dengan semakin kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa indonesia sesuai dengan asas Bhineka Tunggal Ika.
Sistem pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia (UU RI No. 2/1978) pasal 1 ayat 2. Karena masyarakat Indonesia sebagai pendukung kebudayaan itu adalah masyarakat yang majemuk, maka kebudayaan bangsa Indonesia tersebut lebih tepat disebut sebagai Kebudayaan Nusantara yang beragam. Puncak-puncak kebudayaan Nusantara itu dan yang diterima sacara nasional disebut kebudayaan nasional. Oleh karena itu, kebudayaan nasional haruslah dipandang dalam latar perkembangan yang dinamis seiring dengan semakin kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa indonesia sesuai dengan asas Bhineka Tunggal Ika.
2.4.
Landasan Psikologis
Pendidikan selalu terkait dengan
aspek kejiwaan manusia, sehingga pendidikan juga menggunakan landasan
psikologis, bahkan menjadi landasan yang sangat penting, karena yang digarap
oleh pendidikan hampir selalu berkaitan dengan aspek kejiwaan manusia. Ketika
membahas hakikat manusiapun ada pandangan-pandangan psikologik, seperti
behaviorisme, humanisme dan psikologi terdapat cukup banyak. Contoh, tipe-tipe
manusia yang dikemukakan oleh Eduard Spranger, ia menyebut ada enam tipe
manusia, yaitu manusia tipe teori, tipe ekonomi, tipe keindahan ( seni ), tipe
sosial, tipe politik dan tipe religius. Model-model belajar juga dikemukakan
oleh para psikolog seperti Skinner, Watson, dan Thorndike. Bahwa manusia
mempunyai macam-macam kebutuhan dikemukakan misalnya oleh Maslow. Perkembangan
peserta didik dengan tugas-tugas perkembangan terkait dengan pola pendidikan.
Sifat-sifat kepribadian dengan tipe-tipenya masing-masing, juga terkait dengan
pendidikan. Karakteristik jiwa manusia Indonesia bisa jadi berbeda dengan
bangsa Amerika ( Barat ), maka pendidikan menggunakan landasan psikologis.
2.5.
Landasan Ilmiah dan Teknologi serta Seni
Pendidikan dan IPTEKS mempunyai
kaitan yang sangat erat, karena IPTEKS merupakan salah satu bagian dari sisi
pengajaran, jadi pendidikan sangat penting dalam rangka pewarisan atau tranmisi
IPTEKS, sementara pendidikan itu sendiri juga menggunakan IPTEKS sebagai media
pendidikan. IPTEKS yang selalu berkembang dengan pesat harus diikuti terus oleh
pendidikan, sebab kalau tidak maka pendidikan menjadi sangat ketinggalan dengan
IPTEKS yang sudah berkembang di masyarakat. Cara-cara memperoleh dan
mengembangkan ilmu (epistemologi ) dibahas dalam pendidikan, hingga pemanfaatan
ilmu bagi umat manusia, kaitan ilmu dengan moral, politik, dan sosial menjadi
tugas pendidikan.
Pendidikan serta ilmu pengetahuan
dan teknologi (iptek) mempunyai kaitan yang sangat erat. Pendidikan berperan
sangat penting dalam
pewarisan dan pengembangan iptek. Setiap perkembangan iptek harus segera
diakomodasi oleh pendidikan yakni dengan segera memasukkan hasil pengembangan
iptek itu ke dalam isi bahan ajaran. Sebaliknya, pendidikan sangat dipengaruhi
oleh sejumlah cabang-cabang iptek, utamanya ilmu-ilmu perilaku (psikologi,
sosiologi, antropologi).
a.
Pengertian tentang Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (IPTEK)
Pengetahuan (Knowledge) adalah
segala sesuatu yang diperoleh melalui berbagai cara penginderaan terhadap
fakta, penalaran (rasio), intuisi dan wahyu. Pengetahuan yang memenuhi kriteria
dari segi ontologis, epistomologis dan aksiologis secara konsekuen dan penuh
disiplin biasa disebut ilmu atau ilmu pengetahuan (science); kata sifatnya
ilmiah atau keilmuan, sedangkan ahlinya disebut ilmuwan. Dengan demikian,
pengetahuan meliputi berbagai cabang ilmu (ilmu sosial/social sciences dan
ilmu-ilmu alam/natural sciences), humaniora (seni, fisafat , bahasa, dsb). Oleh
karena itu, istilah ilmu atau ilmu pengetahuan itu dapat bermakna kumpulan
informasi, cara memperoleh informasi serta manfaat daari informasi itu.
b. Perkembangan
Iptek sebagai landasan Ilmiah
Pengembangan dan pemanfaatan iptek
pada umumnya ditempuh rangkaian kegiatan : Penelitian dasar, penelitian
terapan, pengembangan teknologi dan penerapan teknologi, serta biasanya diikuti
pula dengan evaluasi ethis-politis-religius.
Kemampuan maupun sikap ilmiah sedini mungkin harus dikembangkan dalam diri peserta didik. Pembentukan keterampilan dan sikap ilmiah sedini mungkin tersebut secara serentak akan meletakkan dasar terbentuknya masyarakat yang sadar akan iptek dan calon-calon pakar iptek kelak kemudian hari.
Kemampuan maupun sikap ilmiah sedini mungkin harus dikembangkan dalam diri peserta didik. Pembentukan keterampilan dan sikap ilmiah sedini mungkin tersebut secara serentak akan meletakkan dasar terbentuknya masyarakat yang sadar akan iptek dan calon-calon pakar iptek kelak kemudian hari.
2.6. Landasan Religi
Landasan religius pendidikan, yaitu
asumsi-asumsi yang bersumber dari religi atau agama yang menjadi titik
tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.
Seseorang yang tidak memahami agama tidak akan mampu mengembangkan pengetahuan
yang mereka dapat. Seperti yang kita ketahui ilmu tanpa agama akan menjadi
buta, dan agama tanpa ilmu akan menjadi lumpuh. Dalam mengembangkan ilmu yang
kita dapatkan, maka peranan agama sangat berpengaruh.Sehingga ajaran agama dan
ilmu yang kita dapatkan harus berjalan dengan seimbang. Selain itu ilmu juga
bisa kita dapatkan pada kitab suci, seperti umat Hindu dapat mempelajari kitab
suci Weda untuk mendapatkan ilmu, dan dapat mengembangkannya sesuai dengan
ajaran – ajaran kitab suci tersebut.
2.7. Landasan Hukum
Landasan Hukum dapat diartikan
peraturan buku sebagai tempat berpijak atau titik tolak dalam melaksanakan
kegiatan – kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan.Tetapi
tidak semua kegiatan pendidikan yang dilandasi oleh aturan – aturan buku ini,
contohnya aturan cara mengajar, cara membuat persiapan, supervisi, yang
sebagian besar dikembangkan sendiri oleh para pendidik.Landasan hukum yang
dijadikan peraturan buku dalam kegiatan pendidikan meliputi :
1.
Pancasila
2.
UUD 1945
Pendidikan
juga diatur dalam UUD 1945, Dimana menurut UUD 1945 Pasal – pasal yang
bertalian dengan pendidikan dalam Undang – Undang Dasar 1945 hanya 2 pasal,
yaitu pasal 31 dan pasal 32. Pasal 31 mengatur tentang pendidikan kewajiban
pemerintah membiayai wajib belajar 9 tahun di SD dan SMP, anggaran pendidikan
minimal 20% dari APBN dan APBD, dan system pendidikan nasional. Sedangkan pasal
32 mengatur tentang kebudayaan.
Undang – Undang No. 20 Tahun
2003 tentang Pendidikan Nasional
Undang –
Undang ini selain memuat pembaharuan visi dan misi pendidikan nasional, juga
terdiri dari 77 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum, dasar, fungsi dan tujuan pendidikan nasional, prinsip
penyelenggaraan pendidikan, hak dan kewajiban warga Negara, orang tua dan
masyarakat, peserta didik, jalur jenjang dan jenis pendidikan, bahasa
pengantar, standar nasional pendidikan, kurikulum, pendidik dan tenaga
pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan dan lain sebagainya.
Undang – Undang No. 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen
Undang –
Undang ini memuat 84 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum, kedudukan
fungsi dan tujuan, prinsip profesionalitas, seluruh peraturan tentang guru dan
dosen dari kualifikasi akademik, hak dan kewajiban sampai organisasi profesi
dan kode etik, sanksi bagi guru dan dosen yang tidak menjalankan kewajiban
sebagaimana mestinya, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
2.8. Landasan Histori Pendidikan
Landasan Histori Pendidikan dapat diartikan
dengan Sejarah Pendidikan Dunia. Usia sejarah pendidikan dunia sudah sangat
lama yaitu meliputi :
a.
Zaman Realisme
Seiring
berkembangnya ilmu pengetahuan alam yang didukung oleh penemuan – penemuan
ilmiah baru, pendidikan diarahkan pada kehidupan dunia dan bersumber dari
keadaan dunia pula, berbeda dengan pendidikan – pendidikan sebelumnya yang
banyak berikblat pada dunia ide, dunia surge dan akhirat. Realisme menghendaki
pikiran yang praktis. Menurut alilran ini, pengetahuan yang benar diperoleh tidak
hanya melalui pengindraan semata tetapi juga melalui persepsi pengindraan.
b.
Zaman Rasionalisme
Tokoh
pendidikan pada zaman ini yaitu John Locke yang pada abad ke- 18. Aliran ini
memberikan kekuasaan pada manusia untuk berpikir sendiri dan bertindak untuk dirinya
sendiri. Paham ini muncul karena masyarakat dengan kekuatan akalnya dapat
menumbangkan kekuasaan raja perancis yang memiliki kekuasaan absolute. Teorinya
yang terkenal adalah Leon tabularasa, yaitu mendidik seperti menulis diatas
kertas putih dan dengan kebebasan dan kekuatan akal yang dimilikinya manusia
digunakan untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Teori yang membebaskan
manusia dapat mengarahkan manusia ke hal-hal yang negative, seperti
intelektualisme, individualisme dan materialisme.
c.
Zaman Naturalisme
Pada abak
ke- 18 muncullan aliran Naturalisme sebagai reaksi terhadap aliran Rasionalisme
dengan tokohnya J. J. Rousseau. Aliran ini menentang kehidupan yang tidak wajar
sebagai akibat Rasionalisme, seperti gaya hidup yang diperhalus, cara hidup
yang dibuat – buat sampai pada korupsi, anak – anak dipandang sebagai manusia
dewasa yang kecil. Naturalisme menginginkan keseimbangan antara kekuatan rasio
dengan hati. Naturalisme juga menyatakan bahwa manusia didorong oleh kebutuhan
– kebutuhannya, dapat menemukan jalan kebenaran didalam dirinya sendiri.
d.
Zaman Developmentalisme
Zaman
Developmentalisme berkembang pada abad ke-19. Aliran ini memandang pendidikan
sebagai suatu proses perkembangan jiwa sehingga aliran ini sering disebut
gerakan psikologis dalam pendidikan. Konsep pendidikan yang dikembangkan oleh
aliran ini meliputi :
-
Mengaktualisasi semua potensi
anak yang masih laten, membentuk watak susila dan kepribadian yang harmonis,
serta meningkatkan derajat social manusia.
-
Pendidikan adalah pengembangan
pembawaan yang disertai asuhan yang baik.
e.
Zaman nasionalisme
Zaman
Nasionalisme muncul pada abad ke- 19 sebagai upaya membentuk patriot – patriot
bangsa dan mempertahankan bangsa dari kaum imperialis. Konsep pendidikan yang
ingin diusung oleh aliran ini adalah :
-
Menjaga, memperkuat, dan
mempertinggi kedudukan Negara
-
Mengutamakan pendidikan
sekuler, jasmani, dan kejuruan
f.
Zaman Liberalisme,
Positivisme, dan Individualisme
Zaman ini
lahir pada abad ke-19. Liberalisme berpendapat bahwa pendidikan adalah untuk
memperkuat kedudukan penguasa atau pemerintahan yang dipelopori dalam bidang
ekonomi oleh Adam Smith dan siapa yang banyak berpengetahuan dialah yang
berkuasa yang kemudian mengarah pada individualism. Sedangkan positivism
percaya kebenaran yang dapat diamati oleh panca indera sehinnga kepercayaan
terhadap agama semakin melemah.
g.
Zaman Sosialisme
Aliran
social dalam pendidikan muncul pada abad ke-20 sebagai reaksi terhadap dampak
liberalisme, positivisme, dan individualisme. Menurut aliran ini, masyarakat
memiliki arti yang lebih penting daripada individu. Nartorp mengatakan individu
ibarat atom – atom yang tidak memiliki arti bila tidak berwujud benda. Begitu
pula individu sebenarnya tidak ada, sebab individu adalah suatu abstraksi saja
dari masyarakat. Karena itu sekolah harus diabdikan untuk tujuan – tujuan
nasional.
2.9. Landasan Ideologi
Ideologi merupakan istilah yang bisa diartikan sebagai
sebuah system berpikir
( yang diyakini oleh
sekelompok orang ) yang mendasari setiap langkah dan gerak mereka dalam
kehidupan sosialnya. Ideologi dapat diartikan pula sebagai sebuah pemahaman
tentang bagaimana memandang dunia ( realitas ). Oleh karena itu ideology
merupakan landasan bagi pemaknaan realitas. Kata ideology sendiri berasal dari
bahasa Yunani idea ( idea tau gagasan )
dan logos ( studi tentang atau pengetahuan tentang ).
Jadi ideology adalah system gagasan yang mempelajari
keyakinan – keyakinan dan hal – hal ideal, asas haluan, dan pandangan hidup.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Pendidikan sangatlah penting didalam kehidupan
kita, ada beberapa landasan yang mendukung pendidikan tersebut. Landasan
pendidikan disini mempunyai arti sebagai titik tumpu atau titik tolak dalam
mewujudkan pendidikan tersebut. Landasan pendidikan disini mempunyai tujuan
yaitu Mengarahkan peserta didik agar mampu melaksanakan berbagai peran sesuai
dengan statusnya, berdasarkan nilai – nilai dan norma – norma yang berlaku yang
telah diakui. Ada beberapa jenis – jenis landasan pendidikan yang mendukung
pendidikan yaitu :
a. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau
hakikat pendidikan, misalnya apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu
diperlukan, dan apa tujuan pendidikan itu.
b. Landasan Sosiologi
Sosiologi
pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola
interaksi sosial di dalam sistem pendidikan.
c. Landasan Kultural
Landasan kultural berfungsi untuk menstranmisi kebudayaan kepada
generasi penerus, tetapi pendidikan juga berfungsi untuk menstranformasikan kebudayaan agar sesuai dengan perkembangan dan tujuan zaman.
d. Landasan llmiah dan Teknologi serta Seni
Landasan Ilmiah dan Teknologi serta seni merupakan segala
sesuatu pendidikan itu yang diperoleh melalui berbagai cara penginderaan
terhadap fakta, penalaran (rasio).
e. Landasan religius pendidikan, yaitu
asumsi-asumsi yang bersumber dari religi atau agama yang menjadi titik
tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.
f.
Landasan Hukum dapat diartikan
peraturan buku sebagai tempat berpijak atau titik tolak dalam melaksanakan
kegiatan – kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan.
g.
Landasan Histori Pendidikan
dapat diartikan dengan Sejarah Pendidikan Dunia.
Landasan histori ini menjelaskan pendidikan pada zaman – zaman sejarah,
yaitu Zaman realism, rasionalisme, naturalisme, developmentalisme,
nasionalisme, liberalisme, positivisme, individualisme, sosialisme
h.
Landasan Ideologi
Landasan
ideology adalah landasan yang mempelajari keyakinan – keyakinan dan pandangan
hidup.
DAFTAR
PUSTAKA
Tirtaraharja,
Umar, La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Parsono,
dkk., 1990. Landasan Kependidikan. Jakarta: Universitas Terbuka,
Depdikbud.
Depdikbud.
NICE
BalasHapus