Bentuk Negara
Pada masa konstitusi RIS, bentuk Negara adalah serikat atau
federasi. Negara federasi atau serikat merupakan bentuk Negara gabungan dari
beberapa Negara yang menjadi Negara-negara bagian dari Negara serikat itu. Ciri
yang menonjol dari bentuk Negara serikat adalah bahwa kadaulatan pemerintah
pusat diperoleh setelah Negara-negara bagian menyerahkan sebagian
kedaulatannya.
Dalam hubungan kedalam, semua Negara
bagian berhak untuk mengukur dan mengurus pemerintahannya sendiri. Sedangkan
dalam hubungan ke luar, yang ditangani oleh pemerintah serikat mengcakup
hubungan luar negeri,pertahanan, moneter dan urusan pos.
Bentuk Pemerintahan
Pada masa berlakunya konstitusi RIS,
bentuk pemerintahan adalah republic, kepala Negara maupun kepala pemerintahan
dipilih oleh rakyat. Oleh sebab itu, kemauan rakyat adalah dasar kekuasaan
Negara. Bentuk pemerintahan RIS tercermin dalam Mukadimah Konstitusi RIS alenia
III.
Bentuk
pemerintahan yang dipraktikkan pada masa pemerintahan RIS, antara lain mencakup
:
a.
Kedudukan Presiden hanya berfungsi
sebagai kepala Negara yang tidak dapat diganggu gugat (pasal 69)
b.
Presiden
dipilih oleh orang-orang yang dikuasakan oleh pemerintah daerah bagian (pasal
118)
c.
Berlakunya
asas pedoman bahwa kehendak di daerah-daerah bagian dinyatakan merdeka menurut
jalan demokrasi (pasal 43)
Pembagian Kekuasaan
Secara umum, konstitusi RIS dapat
dikatakan menganut trias politica dengan pembagian kekuasaan. Pembagian
kekuasaan dalam pemerintahan dapat dilihat dari alat-alat perlengkapan federal
RIS yang mencakup :
a.
Presiden
b.
Menteri-menteri
c.
Senat
d.
Dewan
perwakilan rakyat
e.
Mahkamah
agung Indonesia
f.
Dewan
Pengawas keuangan
Alat-alat perlengkapan Negara
tersebut mempunyai tugas dan fungsi sendiri-sendiri, namun dalam hal-hal
tertentu masih terdapat hubungan kerja sama. Sebagai contoh dalam pelaksanaannya adalah :
a.
Pemerintah
bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat mempunyai kekuasaan membuat
peraturan perundang-undangan baik untuk satu,beberapa atau semua Negara bagian
(pasal 127)
b.
Dewan
Perwakilan Rakyatr berhak mengadakan perubahan-perubahan dalam usul
undang-undang yang simajukan oleh pemerintah atau senat (pasal 129)
c.
Presiden
mempunyai hak member ampun dari hukuman-hukuman yang telah dijatuhkan oleh
keputusan kehakiman. Hak itu dilakukan sesudah meminta nasihat dari mahkamah
agung (pasal 160)
Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan yang dianut oleh konstitusi RIS adalah
system parlementer cabinet semu (quasi parlementer). Hubungan tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut.
a.
Pengangkatan
perdana menteri dilakukan oleh presiden, bukan oleh parlemen sebagaimana
lazimnya (pasal 74 ayat 2)
b.
Kekuasaan
perdana menteri masih dicampur tangan oleh presiden. Hal itu tampak pada
ketentuan bahwa presiden dan menteri-menteri bersama-sama merupakan pemerintah.
Seharusnya presiden hanya sebagai kepala Negara sedangkan kepala
pemerintahannya dipegang sebagai kepala Negara (pasal 68 ayat1)
c.
Pembentukan
cabinet dilakukan oleh presiden, bukan oleh parlemen (pasal 74)
d.
Pertanggungjawaban
menteri baik secara perseorangan maupun bersama-sama adalah kepada DPR, namun
melalui keputusan pemerintah (pasal 74 ayat 5)
e.
Parlemen
tidak mempunyai hubungan erat dengan pemerintah sehingga DPR tidak punya
pengaruh besar terhadap pemerintah. Lagi pula, DPR tidak dapat menggunakan mosi
tidak percaya terhadap cabinet (pasal 118 dan 122)
f.
Presiden
RIS mempunyai kedudukan rangkap, yaitu sebagai kepala Negara dan kepala
pemerintahan (pasal 68 dan 69)
Dari
penjelasan tersebut dapat disimpukan bahwa system pemerintahan yang dianut pada
masa konstitusi RIS bukan cabinet parlementer murni, karena dalam system
parlementer murni, parlemen (legislative) mempunyai kedudukan yang sangat
menentukan terhadap kekuasaan pemerintahan (eksekutif). Tetapi kenyataannya
parlemen hanya terbatas pada hal-hal tertentu saja.